Pendidikan Astronomi Sejak Dini

Ilustrasi Pendidikan. Sumber gambar: http://log.viva.co.id
Ilustrasi Pendidikan. Sumber gambar: http://log.viva.co.id

Tadinya saya hanya melihat-lihat apa yang temen-temen tulis di facebook dan melihat-lihat status update dari page Observatorium Bosscha. Setelah saya perhatikan sejenak, saya renungi sebentar, saya lihat interaksi yang ada, saya jadi kepikiran untuk menulis opini ini. Segera saja saya tulis karena kalau nunggu-nunggu ntar bisa hilang.

Ok, jadi ada suatu pelajaran yang saya ambil dari aktifitas sejenak diatas. Saat ini adalah zaman digital, anak-anak sekarang sangat hafal dan lihai dengan aktifitas digital. Begitu pula dengan generasi-generasi yang akan datang. Yang menjadi konsen saya adalah bahwa saya sangat mendukung aktifitas Observatorium Bosscha yang sudah merambah dunia digital facebook dan twitter. Termasuk kultwit tentang #komet apa aja yang terlihat di tahun 2013  yang baru-baru ini dilakukan oleh Observatorium Bosscha di sini.

Ada  300 view (update 26/01/13) pengunjung yang telah melihat kultwit tersebut dan jumlah tersebut  saya kira merupakan jumlah yang tidak sedikit. Dari para pengunjung tersebut, saya yakin umurnya pun juga beragam, tapi mungkin mayoritas anak muda. Latar belakang profesi dan latar belakang lingkungan juga beragam. Untuk keberagaman wilayah saya kurang yakin, karna berdasar pengalaman memantau pengunjung yang mengunjungi web Obs. Bosscha, mayoritas adalah jakarta, bandung, jawa barat, baru wilayah-wilayah lain di Indonesia. Ketimpangan jumlah pengunjungpun sangat besar diantara daerah-daerah yang saya sebut diatas.

Kultwit diatas juga bisa merupakan salah satu jenis pendidikan astronomi yang bisa dilakukan Obs. Bosscha untuk masyarakat. Pendidikan yang perlu dilakukan sejak dini. Kata “dini” disini saya gunakan untuk menyatakan perlunya dilakukan sekarang juga, dan tidak hanya sejak kecil saja. Kita tidak tahu dari para generasi muda yang telah mendapat pendidikan astronomi ini akan menjadi apa selanjutnya, tapi yang pasti mereka akan menjadi penerus generasi-generasi sebelumnya. Mereka akan menempati posisi-posisi strategis dalam masyarakat dan pemerintahan. Ada juga mungkin yang akan menjadi ilmuan.

Para generasi penerus yang telah menerima pendidikan astronomi ini harusnya bisa menempatkan astronomi di indonesia pada porsi yang tepat. Astronomi sekarang mungkin kurang mendapat prioritas di kebijakan pemerintah. Itu terjadi mungkin karena memang astronomi mungkin dinilai kurang aplikatif untuk menyelesaikan persoalan-persoalan sehari-hari masyarakat indonesia. Tapi astronomi adalah ilmu pengetahuan murni yang memang kegunaannya bisa jadi intangible atau tidak kelihatan tapi pengaruhnya besar  bagi kehidupan dan awareness terhadap lingkungan *kita bahas di lain kesempatan . Negara juga memiliki alokasi dana pendidikan. Memang diperlukan political will dari para astronom atau para pemangku kepentingan untuk memperjuangkan pendidikan astronomi di Indonesia.

Ilmu ini penting, kita tidak hanya tinggal di bundaran bola bumi saja, tapi alam semesta yang luasnya tak terkira. Dengan mempelajari alam semesta sebenarnya kita sedang mempelajari diri kita sendiri. Peran dan posisi kita di alam semesta, termasuk kesadaran untuk menjaga bumi yang kita tinggali ini. Kesadaran untuk menjaga keberlangsungan lingkungan kehidupan di Bumi. Kesadaran untuk tidak merusak bumi, dan kesadaran untuk menjaga bumi untuk anak cucu kita…

Jakarta, 26 Januari 2013
Sabtu, 07.10 WIB

Dokumen Pandangan Indonesia Mengenai NAMAs

Nyari-nyari tentang NAMAs, akhirnya ketemu websitenya “Sustainable Urban Development Forum Indonesia” yang kemudian saya seimpan dan upload di sini untuk saya baca-baca nanti.
namasdnpi

Posisi indonesia disini kalau dipikir-pikir kayak posisi saya waktu main volly waktu kelas MI (SD), posisi “babaelon”, yaitu posisi dimana orang itu ikut dalam permainan tapi kalau mencetak skor atau salah, tidak berpengaruh atau tidak diperhitungkan. Dalam bahasa halusnya tidak diwajibkan, tapi kalau mau ikut ya silahkan. Jadi hukumya “sunah”, gak dilakukan boleh, dilakukan dapat pahala.

Keberuntungan yang Melancarkan Tugas Akhir/Skripsi

Sebenarnya kejadiannya sudah dua tahun yang lalu (kalender islam). Tepat pada hari yang sama pada kalender islam dan bertepatan pula dengan libur Maulid Nabi Muhammad SAW. Akibat kejadian yang langka ini, saya semakin percaya diri menjelaskan ke smua orang apa lagi kepada tim penguji, pembimbing, staff Observatorium Bosscha, Mahasiswa Astronomi, dan semua yang terkait.

Fenomena apa itu?

Ceritanya berawal ketika saya sedang mengerjakan skripsi atau kalau di ITB biasa disebut TA (Tugas Akhir). Tugas akhir saya lebih cenderung ke instrumentasi. Instrumentasi menjadi hal yang saya minati karena mungkin memang bawaan lahir saya menyukai mesin atau peralatan, walaupun kuliah saya di bidang sains. Waktu kecil, kira-kira umuran TK, atau malah belum sekolah saya agak lupa, ketika diajak orang tua atau tetangga pergi ke hajatan kondangan di kampung, saya selalu merengek untuk melihat diesel atau genset yang digunakan untuk menyuplay listrik. Diesel gensetnya tidak sebagus yang tertutup semuanya berbentuk kotak persegi seperti yang digunakan sekarang ini, tetapi diesel umum, ada roda-roda dan tali yang menghubungkan untuk memutar generator. Apa yang saya lakukan disana? duduk manis diam saja melihat roda-roda itu berputar dan terpesona dengan suara dan lampu yang bisa nyala dari diesel itu. Bahkan saya tidak peduli dengan hajatan yang diselenggarakan, makanannya dan orang-orang yang hadir. Lagi pula saya tidak suka daging. Kata nenek, saya akan nangis dan tidak akan diam sebelum melihat genset itu.:D.

Oke, kembali ke tugas akhir, ya jadi tugas akhir saya adalah Pengembangan Teleskop Radio dan Interferometer Radio JOVE di Observatorium Bosscha *wiihhh masih apal euy…:D. Misi saya adalah mengimplementasikan teleskop radio JOVE dan mengembangkannya menjadi interferometer untuk dipasang sebagai alat pengamatan benda langit dalam panjang gelombang radio dengan frekuensi 20,1 MHz di Observatorium Bosscha. Teleskop Radio JOVE sendiri sudah lama dikembangkan oleh beberapa orang dari NASA Goddard Space Flight Center sebagai project untuk tingkat sekolah maupun umum. Saya tertarik dan saya melihat kalau project ini feasible untuk dilakukan di Observatorium Bosscha. Kebetulan Dosen pembimbing saya, Dr. Taufiq Hidayat, juga memiliki keinginan atau rencana yang sama dalam mengembangkan teleskop radio atau observatorium multiwavelength di Observatorium Bosscha atau Indonesia pada umumnya. Kebetulan juga waktu itu Pak Taufiq juga sedang menjabat sebagai kepala Observatorium Bosscha. Untungnya lagi setelah kepala Bosscha diganti oleh Pak Hakim ( Dr. Hakim L. Malasan), Teleskop radio JOVE masih didukung dengan beberapa support yang diberikan pada masa pengembangannya. Ini semua adalah keberuntungan yang pertama.

Keberuntungan kedua yaitu ketika saya hendak melakukan percobaan alat penerima setelah diganti yang baru karena yang lama dinilai rusak. Pada waktu itu saya sebernarnya tidak berencana untuk ke Bosscha karna memang saya sedang tidak ada jadwal penting untuk ke Bosscha seperti menerima kunjungan atau hal lain dan memang sedang libur Maulid Nabi, tapi saya akhirnya ke Bosscha juga. Sesampai di Bosscha saya tidak langsung melakukan percobaan, tetapi keliling dulu sambil menikmati udara sejuk pegunungan lembang tempat Observatorium Bosscha berada.Pada saat berkeliling, saya sempat bertemu dengan Pak Muji (Dr. Moedji Raharto) dan sempat ngobrol banyak tentang hilal, tentang Bosscha, sampai pengalaman beliau di Jepang.

Saya masuk ke ruang radio dan mulai melakukan  serangkaian proses untuk melakukan testing dan pengamatan sinyal radio dari matahari. Dimulai dengan mengukur nilai tegangan power supply untuk sumber noise buatan (sumber noise buatan untuk kalibrasi penerima gelombang radio), pasang soundcard sebagai Analog-to-Digital Converter, malkukan kalibrasi sistem, dan akhirnya standby dalam pengamatan radio, dan memantau pergerakan sinyal yang diterima. O iya, cuaca waktu itu mendung cukup tebal merata disegala arah.

Ketika memonitor suara dari speaker sambil melakukan hal yang lain, karena memang kita bisa memantau sinyal radio disini menggunakan speaker, saya mendengar suara yang sangat khas. Ya, suara ini adalah suara karakter semburan radio dari matahari yang tidak bisa diperediksi itu. Saya langsung bangun dan memperhatikan monitor. Begitu tegangnya saya waktu itu karena bisa jadi ini adalah semburan terbaik yang bisa dideteksi dengan keyakinan sampai 100%. Saya langsung rekam suaranya dan langsung capture grafik sinyal yang ditampilkan di monitor. Saya langsung cek dengan berita dari spaceweather.com dan dengan situs cuaca antariksa yang lain. Saya langsung konfirmasi ke Pak Taufiq mengenai fenomena ini. Pak Dhani (Dr. Dhani Herdiwidjaya) yang juga seorang peneliti matahari ketika saya konfimasi langsung menyarankan untuk cek ke situs pemantauan X-Ray matahari menggunakan satelit untuk cross-check. Dan memang dipasetikan ada semburan matahari pada selang menit tersebut. Intensitasnya cukup tinggi, bahkan yang tertinggi pertama sejak beberapa tahun terakhir. Kejadiannya sekitar jam 12.00 siang WIB.

Flare Besar 15 Februari 2011 ( Maulid Nabi Muhammad SAW) menimbulkan semburan radio yang cukup kuat
Flare Besar 15 Februari 2011 ( Maulid Nabi Muhammad SAW) menimbulkan semburan radio yang cukup kuat

Fenomena inilah yang menjadi keberuntungan saya yang kedua. Ketika semua peralatan tengah diuji coba, semua telah selesai di persiapkan dan kalibrasi, telah siap dan sedang melakukan pengamatan, semburan radio dari matahari muncul dan terdeteksi. Padahal semburan ini sulit untuk diprediski dan kejadiaanya cuma beberapa menit.

Cross-check dengan hasil pengamatan dari satelit GOES X-Ray
Cross-check dengan hasil pengamatan dari satelit GOES X-Ray

Setelah kejadian itu, saya bisa merasakan rasa syukur yang dalam kepada Allah SWT. yang telah Menuntun untuk melakukan semua kegiatan pada hari itu dan saya merasa semua telah Direncanakan semuanya… Alhamdulillah… segala Puji Bagi Allah SWT Tuhan seluruh alam semesta…

Kondisi ruang radio dan peralatan pengamatan teleskop radio saat teramatinya semburan radio kelas X2 yang terjadi tanggal 15 Februari 2011.
Kondisi ruang radio dan peralatan pengamatan teleskop radio saat teramatinya semburan radio kelas X2 yang terjadi tanggal 15 Februari 2011.

Salah satu bukti bahwa Al-Qur’an adalah kitab suci sebagai pedoman hidup. Fenomena ini telah disebut dalam Al-Qur’an 15 abad yang lalu, sementara ilmu pengetahuan modern baru mengungkapnya secara ilmiah pada abad ke-20. Berikut sebuah tulisan tentang fenomena alam yang telah disebut dalam Al-Qur’an. Semoga bisa menambah kepercayaan kita kepada Al-Qur’an (Rukun iman ke-3, Iman kepada kitab suci Al-Qur’an).