Membuat Server Foto seperti Google Photos

Seminggu ini saya agak mengesampingkan project PLTS ataupun mikrokontroller saya. Perhatian saya tersita oleh riset dan eksperimen untuk mencari alternatif atau cara agar saya tidak ketergantungan dengan layanan google photos. Pasalnya, storage saya di google one, suatu layanan storage dari google berbayar, sudah mulai mendekati penuh.

Selama beberapa tahun ini, lupa dari sejak kapan, saya berlangganan google storage sebesar 100 GB. Penyimpanan ini termasuk untuk gmail, drive, dan google photos. Layanan ini sangat membantu saya yang memang seneng fotografi, mengabadikan momen, dan suka menata arsip digital terutama foto. Saya tidak perlu pusing kehilangan hasil jepretan karena secara otomatis foto-foto saya di-backup ke cloud oleh google photos, selain backup manual yang sering saya lakukan juga ketika HP penuh.

Saya lebih percaya hasil backup google photos daripada backup manual yang sudah saya lakukan. Backup manual sering kali menyebabkan redundancy dan juga kemungkinan foto yang ter-skip. Selain itu, kedisiplinan dalam membuat kerapihan pengarsipan foto digital kadang naik dan turun sehingga tidak konsisten.

Alternatif Solusi

Seminggu yang lalu, sejak tulisan ini dibuat, saya menemukan solusi open source sebagai alternatif dari Google Photos. Ada beberapa produk yang direkomendasikan oleh AI dan salah satunya bernama Immich. Sampai sekarang saya masih amazed dengan Immich, mirip sekali dengan Google Photos. Bagi orang yang sudah terbiasa pakai google photos, saya yakin akan mudah sekali menyukainya. Fitur-fitur seperti people face recognition, smart search, timeline, maps, dll, tersedia juga di immich. Hal ini tidak terlepas dari kemajuan teknologi machine learning yang juga disematkan di immich.

Setelah itu saya terbawa suasana hingga melakukan eksperimen penuh dengan immich. Awalnya saya coba di laptop untuk melakukan evaluasi dari fitur-fitur dan pengalaman pengguna. Cukup puas dengan eksperimen lokal di laptop, saya tingkatkan dengan eksperiman di lingkungan server, sehingga bisa terintegrasi juga dengan smartphone.

Menyiapkan Dukungan System

Sebelum menjalankan Immich, saya perlu menyiapkan lingkungan sistem dimana aplikasi ini berjalan. Saya sampai tiga kali install operating system untuk server untuk ujicoba mana yang paling optimal. Server yang saya gunakan adalah komputer tua berumur 10 tahun an dengan casing dari komputer yang memiliki usia 10 tahun lebih lama lagi. Instalasi pertama saya menggunakan antiX, sebuah distro linux berbasis debian. Awalnya saya pakai yang versi arsitektur 32-bit karena saya pakai pc tua dengan os bawaan windows 7 32-bit. Setelah saya install ternyata bermasalah dengan Docker yang tidak lagi mendukung os 32-bit.

Instalasi kedua saya menggunakan AntiX-core yang 64-bit. Distro linux ini sangat ringan sesuai dengan yang diiklankan. Tetapi kompensasinya docker daemon tidak otomatis jalan. Untuk bisa menjalankan docker, ada beberapa step yang harus dilakukan terlebih dahulu secara manual. Sehingga ketika komputer restart, docker tidak langsung berjalan. Otomasi sudah coba saya lakukan dan ternyata belum berhasil. Immich sempat berhasil berjalan, tetapi masih ada kekurangan sana-sini.

Yang terakhir, saya buat agak lebih mapan dan lebih teratur. Saya tambahkan HDD satu lagi yang saya khususkan hanya untuk menyimpan foto dan metadatanya. Sedangkan HDD yang satunya saya isi dengan sistem operasi. Pemisahan ini saya lakukan untuk membuat sistem ini lebih modular dan lebih mudah dalam perawatan. Selain itu, dari sisi software, saya mencoba menggunakan ubuntu server yang harapannya lebih stabil dan lebih mudah untuk menjalankan docker dan daemon-nya.

Perubahan menjadi dua HDD ini agak memakan waktu karena perlu melakukan beberapa hal di haardware dan juga software. Di hardware saya perlu memindah jeroan CPU dari casing awal yang hanya punya satu slot HDD ke casing CPU lain, sebuah casing lama saya yang kebetulan lama nganggur, yang punya slot HDD hingga 4 atau 5 slot. Sedangkan sisi software, saya perlu ekspansi partisi HDD yang tadinya saya pakai buat ujicoba sebelumnya dengan foto yang sudah terupload hingga 200 GB. Ekspansi partisi ini saya lakukan karena partisi OS sudah tidak diperlukan di HDD kedua. Masalahnya partisi OS ada di sebelah kiri, dan saya belum menemukan cara atau tool untuk expansi partisi HDD ke sebelah kiri. Akhirnya, HDD kedua ini saya hapus total partisinya dan memulai dari awal lagi.

Bersambung… (cerita migrasi foto)

Membangun PLTS Atap: Backup PLN

Pada tulisan sebelumnya tentang Membangun PLTS Atap: UPS Modif, saya telah berbagi cerita mengenai awal mula pencarian energi alternatif untuk PC saya. Saat itu, saya mulai mencari solusi agar perangkat saya tetap bisa beroperasi dengan sumber daya yang lebih efisien dan berkelanjutan. Kini, saya akan melanjutkan ke tahap berikutnya dalam pengembangan sistem ini.

Upgrade ke LiFePO4: Investasi untuk Masa Depan

Setelah mempertimbangkan berbagai opsi, akhirnya saya memutuskan untuk membeli baterai LiFePO4 sebagai penyimpanan daya utama. Keunggulan utama dari teknologi ini adalah umur pakai yang lebih panjang, efisiensi yang lebih tinggi, dan kestabilan daya yang lebih baik dibandingkan baterai SLA atau AGM. Dengan kapasitas yang mencukupi, LiFePO4 memberikan fleksibilitas dalam sistem cadangan daya saya.

Memaksimalkan Daya dengan Inverter 3000 Watt

Agar bisa memanfaatkan baterai LiFePO4 secara optimal, saya juga memilih untuk menggunakan inverter 3000W. Keputusan ini didasarkan pada kebutuhan daya yang cukup besar, terutama untuk backup lampu, server, dan bahkan AC saat terjadi pemadaman listrik. Dengan inverter berkapasitas besar, sistem ini mampu memberikan cadangan energi yang lebih andal dan dapat menangani beban daya lebih tinggi tanpa kendala.

Sistem Sementara: Backup PLN Tanpa Solar Panel

Saat ini, saya belum memiliki solar panel dan solar charge controller (SCC), sehingga sistem sementara ini hanya berfungsi sebagai cadangan daya untuk PLN. Artinya, baterai diisi ulang dari listrik PLN, lalu digunakan sebagai UPS untuk menjaga perangkat tetap menyala saat terjadi pemadaman listrik. Meskipun belum sepenuhnya mandiri, langkah ini sudah menjadi awal yang baik dalam transisi menuju energi terbarukan.

Langkah Berikutnya: Pemasangan Solar Panel dan SCC

Tahap selanjutnya dalam proyek ini adalah memasang solar panel dan SCC agar sistem ini benar-benar bisa bekerja secara off-grid. Dengan adanya solar panel, baterai tidak lagi bergantung pada PLN untuk pengisian daya, melainkan dapat menggunakan energi matahari secara langsung. SCC berperan penting dalam mengatur aliran daya dari panel ke baterai, memastikan efisiensi pengisian yang optimal dan melindungi sistem dari overcharge.

Kesimpulan: Menuju Energi Mandiri

Membangun PLTS Atap bukanlah proses instan, melainkan perjalanan bertahap yang membutuhkan pemikiran strategis dan investasi yang tepat. Dari UPS modif, baterai LiFePO4, inverter 3000W, hingga perencanaan pemasangan solar panel dan SCC, setiap langkah membawa saya lebih dekat menuju sistem energi yang lebih efisien, berkelanjutan, dan mandiri.

Cloudways atau CloudPanel

Cloudways adalah layanan cloud hosting berbasis VPS dimana kita bisa pilih sendiri VPS nya mau pakai layanan dari DigitalOcean, Vultr, AWS, atau yang lain.

Kita bisa host banyak aplikasi yang kebanyakan berbasis PHP dan menyambungkannya dengan domain yang berbeda beda tiap aplikasi.

Settingan PHP nya juga bisa dilakukan per-aplikasi dengan PHP -FPM nya. jadi sangat memudahkan sekali bagi kita yang pengen nge-host banyak aplikasi di satu VPS yang sesuai selera kita.

Sejauh ini layanan cloudways sangat membantu dan gak pernah ada masalah.

Tapi, beberapa hari lalu saya menemukan Cloudpanel, yaitu aplikasi untuk manage VPS yang mirip dengan Cloudways tapi kita hosting internal di VPS kita, walaupun tidak selengkap Cloudways tetapi sudah cukup untuk kebutuhan hosting saya.

Jadi cloudpanel ini diinstall di VPS kita dimana fungsinya untuk memanage VPS agar bisa hosting banyak aplikasi. Bisa PHP ataupun Node JS.

Di DigitalOcean ada marketplace yang bisa bikin droplet sekalian dengan CloudPanel nya, jadi tinggal click dan jadi.

Untuk coba-coba lumayan, bisa menghemat biaya layanan yang biasa dipakai untuk bayar cloudways. Tapi ada biaya lain yaitu waktu dan tenaga kita untuk maintenance sendiri VPS nya.

[Explore Kediri] Gallery Foto Gunung Kelud Desember 2013

Postingan ini adalah lanjutan dari posting sebelumnya [Explore Kediri] Gunung Kelud yang menampilkan foto- foto yang saya ambil tahun 2009. Di posting lanjutan ini saya hanya menampilkan foto-foto Gunung Kelud tahun 2013, tepatnya beberapa hari menjelang pergantian tahun dari tahun 2013 menjadi 2014. Kurang lebih satu setengah bulan sebelum Gunung Kelud meletus kemarin.

[Explore Kediri] Gunung Kelud

Efek meletusnya gunung kelud yang sampi ke beberapa kota di pulau Jawa hingga ke Bandung dan Observatorium Bosscha, membuat saya teringat dengan beberapa kali kunjungan yang saya lakukan ke gunung kelud sekitar beberapa waktu yang lalu. Kunjungan pertama saya lakukan sekitar tahun 2009 bersama tetangga saya dan yang terbaru adalah akhir tahun 2013 yang lalu atau sekitar satu setengah bulan sebelum gunung kelud meletus pada 13 Februari 2013 kemarin.

Kawasan gunung kelud memang dijadikan tempat wisata oleh pemerintah kabupaten Kediri. Kawasan ini memiliki pemandangan alam yang sangat menarik. Objek alam yang menjadi unggulan adalah kawah kelud yang sebelum letusan 2007, kalau gak salah, berupa danau kawah yang berisi air berwarna hijau seperti kawah putih yang ada di Bandung. Sayangnya saya belum pernah melihat secara langsung kawah kelud yang masih berisi air. Kunjungan saya yang pertama tahun 2008 tersebut sudah bukan kawah air lagi, melainkan sudah berisi anak kelud, yaitu gunung kecil yang muncul dari dalam kawah. Selain kawah kelud ada lagi air panas alami yang bisa dijadikan warga untuk berendam. Pada waktu-waktu tertentu, kawasan gunung kelud juga digunakan untuk perayaan seperti perayaan pergantian tahun  2013/2014 yang lalu.

Menuju gunung kelud membutuhkan perjuangan tersendiri. Jalanan yang menanjak dan banyak kelokan-kelokan tajam membuat pengendara membutuhkan konsenterasi yang tinggi. Pengelolaan kuda-kuda yang cukup diperlukan agar bisa melewati tanjakan yang tidak terduga di depan (bagi yang belum hafal atau belum terbiasa dengan jalanan ke kelud). Beberapa belokan tajam berpasir juga sangat berbahaya dan berpotensi menggelincirkan pengendara jika dilalui kendaraan roda dua dengak kecepatan tinggi.

Berikut adalah catatan bergambar campuran antara 2009 dan kunjungan saya terakhir pada bulan Desember 2013 yang lalu.

Tahun 2009

Foto Foto Gunung Kelud Tahun 2013 ( Desember 2013)