Seharusnya Amazon Web Services Buka “Region” di Indonesia

Amazon Web Services
Amazon Web Services

Konsep layanan yang ditawarkan Amazon Web Services sebenarnya sangat menarik dan kompetitif. Sebagai cloud based services, AWS menyediakan Infrastruktur sebagai layanan IT. Namun, kendala kecepatan internet di Indonesia yang masih jauh dari negara tetangga membuat layanan AWS kurang optimal.

AWS memiliki Region terdekat dengan Indonesia di Singapura dan Australia. Artinya, bagi kita di indonesia yang ingin memanfaatkan infrastruktur AWS harus melewati bandwidth International. Itu berarti ada harga dan konsekuensi kecepatan yang harus dibayar.

Setidaknya ada dua cara yang ada di bayangan saya untuk mengurangi masalah diatas.

  1. Kecepatan Internet Indonesia ditingkatkan. Ini artinya pemerintah harus ikut turun tangan bersama ISP membuat infrastruktur jaringan internet Indonesia lebih baik. Saya yakin internet cepat buat apa bukan hal yang perlu ditanyakan lagi disini.
  2. Yang kedua adalah Amazon bikin datacenter infrastruktur (Region) di Indonesia. Kalau yang ini tergantung Amazon-nya, kestabilan lokasi datacenter yang akan dipilih di Indonesia, dan Kemudahan birokrasi pemerintah sekaligus kestabilan politiknya.

Karna judul artikel ini lebih membahas ke yang nomor 2, saya ingin bahas kegunaan AWS jika berada di Indonesia.

Indonesia adalah negera dengan perkembangan internet yang sangat pesat (bahasnya kualitatif, tapi kalau mau nilai eksaknya bisa dicari nilai perkembangan internet di Indonesia yang beredar di Internet). Artinya ada potensi pertumbuhan ekonomi di sektor teknologi online. Mulai bisnis bisnis online, penyedia jasa, penyedia peralatan (infrastruktur), dll yang akan tumbuh.

Kebutuhan Cloud Based Service yang terlihat setidaknya:

  1. Sektor Akademik. Kebutuhan akan komputasi yang memerlukan daya hitung tinggi sangat diperlukan oleh para civitas akademika. Ada Astroinformatik, Bioinformatik, Geoinformatik dan X-Informatik yang lain. Para ilmuan membutuhkan daya hitung tinggi untuk memodelkan teori yang ada. Apalagi sekarang ada cabang ketiga dalam sains selain Teori dan Experimen, yaitu Komputasi.Membangun infrastruktur sendiri bisa jadi pilahan terakhir jika kita bisa sewa layanan untuk komputasi berdasarkan daya yang kita butuhkan. Para ilmuan tidak perlu memikirkan infrastruktur komputasi. Cukup perhitungkan bagaimana model bisa dijalankan dalam layanan cloud computing. Dan kita bisa menggunakan AWS sebagai media untuk menjalanakan perhitungan itu. NASA saja sudah menggunakannya.
  2. Sektor Pemerintah. Pemerintah juga bisa memanfaatkan layanan cloud yang ditawarkan AWS Region Indonesia. Kadang Pemerintah punya kebijakan dimana data tidak boleh ditaruh di Luar. Untuk data sensitif mungkin iya, tapi untuk lembaga sains seperti BMKG atau LAPAN bisa menggunakan cloud ini.
  3. Sektor Bisnis atau Korporasi. Ada sektor yang sangat membutuhkan infrastruktur komputasi yang tinggi misalnya penjualan tiket online. Kereta Api misalnya, dia membutuhkan infrastruktur yang tinggi saat penjualan tiket membludak menjelang hari raya. Pada rush hour seperti itu bisa meningkatkan kapasitas server-nya secara otomatis di AWS.
  4. Sektor Industri Kreatif atau Start Up. Sebernarnya sektor ini bisa dimasukkan dalam sektor Bisnis diatas, tapi rasanya sektor ini terlalu besar perluangnya untuk digabung dengan Bisnis atau Korporasi yang sudah mapan. Banyak para pengembang dari start up yang membutuhkan layanan infrastruktur untuk memulai usahanya. Dengan cloud AWS, start up cukup memikirkan bagaimana mengembangkan produknya tanpa perlu invest besar di Infrastruktur.

Selain keuntungan diatas, penggunaan cloud bisa menurunkan emisi karbon dari sektor teknologi informasi. Pemerintah Indonesia bisa bekerja sama dengan AWS sebagai claim atas penurunan Emisi Karbon yang dilakukan di Indonesia.

Setidaknya inilah gambaran kenapa teknologi dan layanan Cloud seperti Amazon Web Services perlu mempunyai Region atau Infrastruktur di Indonesia dan kegunaan Internet Cepat.

 

Membludaknya Informasi Di Internet

Pada kondisi sekarang ini, informasi sangat banyak sekali. informasi sekarang sangat membludak. tantangan yang terjadi pada zaman sekarang ini bukan lagi kekurangan informasi, tetapi kebanyakan informasi yang beredar. Informasi yang beredarpun bisa jadi informasi yang benar bahkan bisa jadi informasi yang tidak benar. Informasi ini bisa bercampur baur menjadi satu.

Buat informasi yang bercampur antara yang benar dan tidak benar, tantangan kita adalah memfilter mana informasi yang benar dan tidak. salah satu cara adalah saling cross cek dengan sumber informasi yang satu dengan yang lain. karna banyaknya informasi yang beredar, kita bisa mencari berbagai sumber informasi untuk satu jenis informasi yang sama yang kita terima.

Sedangkan untuk informasi yang benar, bukan berarti tidak ada tantangan. Tantangan selanjutnya adalah membuat trend dari informasi tersebut untuk membuat suatu kesimpulan. Selain itu, informasi yang kita olah-pun bisa jadi terus menerus terbarui dari waktu-kewaktu. Bisa jadi kita belum selesai mencerna infomasi yang satu, sudah datang lagi informasi yang lain. jadi kecepatan mengolah ini melawan datangya data yang baru bisa menjadi tantangan tersendiri.

Menurut informasi yang saya cuplik dari computerworld, yang dicuplik dari hasil penelitian di University of Southern California, manusia sudah menyimpan data sebanyak 295.000.000 GB sejak 1986 hingga 2007. Masih dari situs yang sama, para ilmuan juga menyimpulkan bahwa tahun 2002 bisa dianggap sebagai tahun dimulainya era digital (digital age)yang ditandai dengan total kapasitas penyimpanan digital telah melebihi tingkat kapasitas penyimpanan data analog yang ada di seluruh dunia. Tentunya dengan berbagai kondisi yang telah diketahui sebelumnya.

Nah, bagaimana dengan kondisi data dimasa kini dan masa datang?. Saya mendapat infographic yang menarik dari dari blog cisco. Didalam artikel berjudul “The Dawn of The Zettabyte Era [Infographic]” secara umum menjelaskan volume data yang ada sekarang dan yang akan datang. Berikut informasinya:

sumber: http://blogs.cisco.com/news/the-dawn-of-the-zettabyte-era-infographic/
sumber: http://blogs.cisco.com/news/the-dawn-of-the-zettabyte-era-infographic/

Suasana pilpress sekarang ini, dari sudut pandang terentu juga ada nilai positifnya terhadap sikap masyarakat indonesia, terutama masyarakat digital indonesia. Masyarakat menjadi lebih aware untuk bicara berdasarkan data (bukan berarti sebelumnya tidak aware). terlepas dari benar atau tidaknya data yang dipakai sebagai ‘senjata’. ditambah lagi kebiasaan membagikan informasi dari sumber yang kurang bisa kredibel. Di zaman digital ini semua orang bisa membuat konten digitalnya masing-masing termasuk konten dalam blog ini.

Dalam menanggapi survey juga, tampaknya beberapa bagian dari masyarakat kita belum terlalu memperhitungkan metode atau kondisi atau asumsi yang digunakan dalam mengumpulkan dan menyimpulkan kumpulan data. hal ini terlihat dari mati-matiannya mereka dalam membela kesimpulan pengolahan data yang didapat tanpa melihat detail metode dan kondisi yang dipakai dan tingkat kesalahan yang digunakan. belum lagi masalah benar tidaknya pengambilan data yang dilakukan.

sepertinya kedepan, cara memaknai kumpulan data, khususnya data aktifitas sosial akan menjadi peluang dan tantangan tersendiri. generasi kedepan bisa memanfaatkan celah ini untuk berperan dan berkontribusi.

Memasang Squid Proxy di Ubuntu 12.04

Sejak jumat minggu lalu, saya dilanda penasaran dengan gagalnya squid3, yaitu web proxy yang tidak berjalan dengan semestinya di server yang baru saja saya install. Beberapa panduan sudah saya ikuti tetapi belum memberikan hasil yang memuaskan. Experimen ini saya lakukan untuk mencoba feature caching web oleh squid3 dan untuk mengatur dan memonitor informasi yang masuk ke dalam jaringan.

Saya coba membuat cache proxy di server tersendiri setelah sebelumnya saya coba web proxy internal yang merupakan fasilitas dari mikrotik. Di mikrotik sendiri awalnya tidak mau men-cache website yang sudah dibuka. Masalah yang saya hadapi terselesaikan setelah saya buat sendiri storage disk yang ada di system. Jadi storage disk yang digunakan tidak memakai storage disk default hasil dari enabling web-proxy mikrotik. Saya masih belum tahu penyebab pasti masalah tidak mau caching itu, tapi intinya setelah settingan storage disk nya dirubah jadi bisa nge-cache.

Yang jadi masalah berikutnya ketika bisa men-cache di internal system mikrotik adalah disk space system yang cepat penuh. Sudah spacenya kecil, cuma seratusan MB, ditambah caching yang cepat sekali bertambahnya, membuat saya beralih untuk membuat cache external.

Saya menggunakan konfigurasi yang dijelaskan dengan detail disni. Kira-kira konfigurasi seperti inilah yang saya pakai dan berhasil men-cache website yang telah dibuka. Dalam sehari ini kira-kira sudah ada 300M yang sudah berhasil di-cache.

Untuk kasus saya ini kebetulan topologinya kira-kira seperti ini:

Router——-Router——-Switch——client
|
Squid