Release app: Astroquiz – Game kuis bertemakan Astronomi berbahasa Indonesia

Aplikasi yang telah dirilis oleh Waluku Studio kali ini tentang permainan kuis. Tema yang dipilih adalah tentang Astronomi.

Materi kuis terdiri dari berbagai topik dalam Astronomi seperti Bintang, Kosmologi, Tata Surya, hingga Astronomi Populer. Pengguna tinggal pilih topik mana yang ingin dimainkan.

Jumlah pertanyaan yang ada sampai tulisan ini dibuat ada sekitar 60 pertanyaan. Jumlah pertanyaan ini akan terus bertambah dan pengguna tidak perlu install ulang aplikasi, karena pertanyaan akan tersinkronisasi secara otomatis dengan server. Oleh karena itu, dibutuhkan koneksi internet ketika membuka aplikasi untuk sinkronisasi pertanyaan kuis.

Selain menjawab pertanyaan pada kuis, kita juga bisa mendapat wawasan baru tentang Astronomi. Beberapa pertanyaan kuis memiliki penjelasan tentang jawaban yang benar.

Beberapa pertanyaan kuis mungkin sangat populer karena sering ditanyakan tiap tahun karena terkait dengan berita hoax yang beredar di masyarakat.

Bagi yang tertarik untuk mencoba bisa langsung ke link google play berikut:

https://play.google.com/store/apps/details?id=com.walukustudio.astroquiz

Gerhana Matahari Total 2016 : Lihat Langsung atau Tidak Langsung?

Gerhana matahari total 2016 telah lewat, banyak dari kita yang mengamatinya, baik langsung atau tidak langsung, dan ada yang melewatkannya begitu saja.

Bagi yang mengamatinya, pengalaman melihat fenomena ini akan menjadi pengalaman yang sangat berkesan. Tanya saja pada orang yang mengalamai masa gerhana tahun 83, pasti bisa menceritakan dengan detail.

Mengamati langsung disini berarti menuju ke tempat pengamatan yang dilewati gerhana, baik daerah yang mendapat gerhana total atau daerah yang hanya mendapat gerhana sebagian. Sedangkan mengamati tidak langsung disini berarti mengamati dari media televisi atau streaming online.

Lalu, enak mengamati langsung atau tidak langsung?. Jawabannya tergantung definisi enak. Definisi bagi setiap orang bisa berbeda.

Bagi sebagian orang, mengamati langsung lebih menantang dan lebih merasakan feel-nya. Tantangannya dimulai sejak kita mempersiapkan segala sesuatunya, mulai lokasi, arah pandang langit yang bebas dari tutupan benda sekitar, peralatan, sekenario pengamatan, finansial, akomodasi, kesehatan, dll.

Tantangan ini sangat menarik. Ada traveler bilang yang menarik dari traveling adalah menyiapkan itinerary-nya, maka mengamati fenomena langit seperti gerhana ini sama seperti traveler plus nilai tambah berupa fenomena yang langka. Feel booster-nya dapat.

Bagi sebagian orang yang lain, mengamati tidak langung mungkin lebih enak. Tidak perlu ribet menyiapkan segala keperluan sampai capek-capek ke tempat pengamatan. Cukup melihat televisi atau streaming di internet sudah mendapatkan gambarnya.

Gak enaknya ya sering disisipi iklan atau koneksi internet yang tidak stabil. Gambar yang kita lihat juga akan tergantung sama orang yang berada di balik kamera dan editor konten dari media yang kita gunakan.

Jadi mau lihat langung atau tidak langsung, silahkan pilih masing-msaing. Semua ada kelebihan dan kekurangan, tergantung preferensi masing-masing. Yang perlu dicatat, tanpa orang yang mengamati langsung, kita tidak dapat melihat secara tidak langsung.

Catatan Khutbah Jumat: Astronomi Mendukung Awal Bulan Puasa Dan Hari Raya Idul Fitri

Saya ingin membahas tentang materi khutbah Jum’at yang disampaikan di Masjid di kompleks gedung Kementerian BUMN beberapa waktu yang lalu sebelum puasa. Apa yang disampaikan, berkaitan dengan persiapan menjelang puasa, sangat menarik. Khotib juga menyampaikan dengan menarik.

Bahasannya sebenarnya ada banyak, tapi ada satu yang saya garisbawahi, yaitu tentang penentuan awal bulan puasa yang sering berbeda selama bertahun-tahun. Khatib menyampaikan tentang metode yang dicontohkan Rasul, yaitu melihat hilal. Ilmu Astronomi tidak bisa digunakan untuk mengganti metode dalam menentukan awal puasa. Astronomi bisa membantu tetapi tidak bisa menggusur metode yang dicontohkan Rasulullah tersebut.

Seperti yang disampaikan para Pakar, perhitungan astronomi tentang posisi benda langit sekarang ini bisa sangat akurat dan bisa menghitung sampai beberapa tahun kedepan maupun kebelakang.

Lalu kenapa kita tidak menggunakan perhitungan saja dalam menentukan awal puasa?. Masalahnya adalah apakah menurut agama diperbolehkan. Para ulama lebih paham dalam masalah ini. Dan sidang isbat sudah mewadahi para ulama dalam memberikan pandangan kepada ulil amri.

Di era kecanggihan teknologi, melihat bulan sabit tipis tidak harus menunggu matahari terbenam, artinya dari situ kita sebenarnya sudah bisa mengetahui posisi bulan sabit tersebut tidak hanya dari perhitungan tapi juga konfirmasi pengamatan. Tapi kita kembalikan lagi kepada para ulama dan ulil amri yang lebih tahu. Perhitungan astronomi dan pengamatan astronomi hanya memberikan data akurat yang bisa diferivikasi sebagai masukan dan bahan pertimbangan.

Bagaimana dengan perbedaan awal Romadlon atau Syawal yang sering berbeda?. Kebanyakan orang yang saya temui menyampaikan karena yang satu hisab (perhitungan) yang satu ru’yat.

Baik hisab maupun ru’yat, dua-duanya menggunakan perhitungan. Ru’yat memerlukan perhitungan untuk melokalisir posisi hilal (bulan sabit tipis) sebelum di-ru’yat. Perhitungan ini digunakan untuk menentukan posisi target ru’yat agar tidak membabi-buta dalam mengarahkan pandangan atau teropong.

Seperti yang sering disampaikan para ahli terkait, termasuk para kolega dari astronomi, masalah utamanya ada pada kriteria. Kriteria yang satu menyebutkan kalau sudah puasa ketika bulan sabit tipis tersebut memiliki ketinggian diatas 0 walaupun tidak mungkin bisa dilihat, sementara kriteria yang kedua mensyaratkan kalau bulan sabit tersebut memiliki ketinggian tertentu dimana bulan sabit tersebut kira-kira bisa dilihat atau memungkinkan untuk dilihat. Selama kriterianya berbeda, selama itu pula kemungkinan perbedaan akan terus berlangsung.

Semoga kedepan, kriteria ini bisa disepakati bersama dan bisa memberikan kebersamaan dalam mengawali puasa dan hari raya idul fitri. Semoga ijtihad para Ulama dan Umaro’ mendapat Berkah dan Rahmat dari Allah SWT.

Wallahua’lam…!

———————————-
Jakrata, Jum’at, 20130712
Ubuntu 12.04 LTS, ThinkPadx200si with Samsung SSD

Antara Film Man of Steel dan Astronomy

Mungkin film Man of Steel adalah film pertama yang saya tonton di bioskop sejak terakhir kali saya nonton bioskop sekitar 8 tahun yang lalu saat SMA. Itupun saya sudah lupa seperti apa film yang saya tonton terakhir kali dulu dan yang pertama itu.

Dengan beberapa teman, saya ikut nonton film Steel of Man 3D. Ada beberpa scene film yang kita bahas setelah film selesai. Dengan bantuan kaca mata 3D, kami duduk di deretan bangku yang agak tengah lebih ke arah belakang.

Film Steel of Man adalah salah satu dari sekian banyak film yang memasukkan unsur astronomi dalam beberapa scene-nya. Pemeran utamanya sendiri berkaitan dengan makhluk luar bumi atau luar angkasa yang memiliki kemampuan diluar kemampuan makhluk bumi. Walaupun, soal makhluk cerdas di luar bumi masih dalam perdebatan di astronomi sendiri.

Saya tidak akan banyak membahas masalah makhluk luar angkasa dan UFO, tapi saya akan menulis tentang beberapa atribut astronomi yang dimasukkan dalam film tersebut.

1. Matahari sebagai bintang muda
Ada scene dimana bayi EL kecil akan dikirim ke sistem bintang yang masih muda. Disebut juga bintang kuning di film ini. Matahari memang dalam posisi main sequence star saat ini. Artinya matahari bisa digambarkan sebagai usia produktif atau usia muda/dewasa. Klasifikasi astronomis terhadap matahari menempatkan matahari pada usia antara kelahiran dan kematian bintang dalam diagram Hertzprung-Russel (Diagram H-R). Tidak terlalu tua dan juga tidak terlalu muda.

2. Gravitasi di Bumi.
Dalam film diceritakan bahwa bumi memiliki grafitasi lebih kecil dari planet Crypton dimana EL berasal. Dengan grafitasi lebih kecil, seperti di bulan bagi manusia Bumi, manusia bisa loncat lebih tinggi tatapi akan susah untuk kembali berpijak ke planet karena grafitasi yang lebih lemah. Tapi di film tersebut, EL/Superman bagaimana dengan mudah bergerak dan berbelok di udara. Saya juga bingung, yah…just enjoy the film.

3. Array Antena Parabola
Ada scene dimana disitu ditampilkan banyak antena besar yang seragam berjajar berdekatan satu sama lain. Array antena parabola raksasa seperti ini identik dengan teleskop radio. Teleskop radio adalah antena yang digunakan untuk menangkap sinyal yang sangat lemah dari benda-benda alami di luar angkasa. Karena sangat lemah dibutuhkan teknik khusus untuk menangkap sinyal tersebut. Salah satunya dengan teknik interferometri yang menggunakan beberapa antena untuk menangkap sinyal radio tersebut.

Di Amerika ada suatu daerah yang mengisolasi daerah tersebut dari interferensi sinyal radio buatan manusia khusus untuk penelitian radio astronomi. Ada regulasi yang melindungi daerah tersebut dari sinyal-sinyal radio buatan seperti sinyal Handphone, wifi, dll. sehingga daerah tersebut disebut sebagai quite zone. Bisa di-googling mengenai quite zone ini.

Mungkin masih ada atribut astronomi lain yang digunakan. Tapi tiga hal diatas adalah yang masih saya ingat sampai tulisan ini dibuat.

O iya, ada lagi yang menarik adalah ketika EL “terbang” hingga menembus batas sound barrier seperti pesawat supersonic dibawah ini:

FA-18 Hornet breaking sound barrier. Source : wikipedia.org
FA-18 Hornet breaking sound barrier. Source : wikipedia.org

Ilmu Astronomi mungkin memang tidak bisa memberikan dampak ekonomi instan terhadap kehidupan manusia di Planet Bumi. Secara jangka panjang pasti ada impact-nya. Tetapi secara jangka pendek, Astronomi bisa menginspirasi manusia tentang kegiatan dan pengetahuan yang bisa berdampak langsung derhadap ekonomi atau kehidupan manusia di bidang lain, dan salah satunya adalah film ini. Astronomi bisa mentrigger terhadap perkembangan teknologi sampai ke titik paling jauh yang bisa dilakukan. Astronomi tidak menghasilkan teknologi canggih, tetapi astronomi membutuhkan teknologi paling canggih melebihi teknologi yang ada.

Posted from WordPress for Android

Ide Pembentukan Group Astronomi Radio

center
Image source: webastronomi.com

Ide ini sebenarnya sudah lama tercetus di pikiran, mungkin sudah berbulan-bulan yang lalu, hampir satu tahun berlalu. Sempat naik dan tenggelam dari pikiran saya karena kesibukan pekerjaan dan lain-lain. Namun, ide ini kembali muncul setelah berdiskusi dengan beberapa teman di Himastron ITB (Himpunan Mahasiswa Astronomi ITB) malam minggu yang lalu ketika saya ke Bandung. Walaupun hampir lebih dari dua tahun lulus dan meninggalkan kampus, tapi kita masih akrab dengan para mahasiswa astronomi dari berbagai angkatan karena memang jumlah mahasiswa astronomi sedikit.

Salah satu teman diskusi santai saya adalah Anton TJ, Mahasiswa Magister Astronomi ITB. Dia kebetulan akan bertugas dalam tim RFI (Radio Frequency Interference) di kupang untuk men-survey tingkat gangguan radio di site yang akan dibangun Observatorium Baru. Survey ini diperlukan untuk mengetahui seberapa besar gangguan sinyal radio yang akan dialami teleskop radio nanti jika dipasang di tempat tersebut.

Topik yang kita bahas selain update situasi terkini, kami membahas tentang teleskop radio JOVE yang ada di Observatorium Bosscha. Teleskop radio JOVE adalah instrumen pengamatan gelombang radio dari benda-benda langit, khususnya Matahari dan Jupiter. Teleskop radio ini adalah hasil rintisan saya dan pembimbing saya Dr. Taufiq Hidayat di Observatorium Bosscha. Dari diskusi santai ini, ide pembentukan grup astronomi radio ini muncul kembali. Nah, saat itulah ide ini mulai saya sampaikan lebih luas.

Grup ini nantinya seperti working group yang dalam bayangan saya akan aktif memanfaatkan dan mengembangkan astronomi radio di Indonesia yang akan kita mulai dari Observatorium Bosscha. Sudah ada beberapa gambaran aktifitas yang bisa kita kerjakan, tapi setidaknya kita mulai dari membentuk wadah dulu untuk mengumpulkan kekuatan SDM dan infrastruktur. Pak Taufiq tentu mungkin sudah punya gambaran rencana yang lebih detail dan lebih jauh, tapi kita juga akan berinisiatif memulainya juga secara militansi.