Terpaksa naik ke Bosscha

Hari ini tidak seharusnya aku naik ke Bosscha. Karena hari ini bukan jadwalku nerima kunjungan. Juga tidak ada rencana buat mantau matahari lagi. Buat si matahari rencanaku mau ku tengok besok saja. Tapi karena ada yang harus digantiin nerima kunjungannya, akhirnya aku naik juga.

Awalnya cuma berencana mau nerima kunjungan aja tapi kemudian muncul rencana – rencana yang lain. Biasa, kebiasaan buruk, awalnya males keluar kosan, tapi kalau udah keluar, dua tiga pulau terlampaui (halah).

-Rencana tambahan yang pertama adalah motret trail bintang dengan foreground kupel (kubah teropong besar zeiss). Lumayan buat diikutkan lomba fotografinya Himastron.
– Rencana tambahan yang kedua adalah menengok matahari, sudah hampir seminggu gak ditengok, gimana kabarnya ya… sekalian testing si JOVE lagi.

Hmm… apa lagi ya. Ok cukup itu saja. selanjutnya mempersiapkan persenjataan. Bawa kamera, tripod tidak usah, bawa radio buat dengerin matahari sama siaran lokal, dan tidak lupa laptop. Semua dimasukin tas, dan busyett…!! berat banget. Mau berangkat perasaan tidak enak. sepertinya ada yang ketinggalan. Biasanya kalau ada yang ketinggalan selalu ada yang mengganjal di hati. karena dicari gak ketemu juga akhirnya berangkat juga dengan hati mengganjal. Sampai di tengah jalan baru ingat kalau kabel konektor yang rencananya aku sambungin dari JOVE ke radio ketinggalan… Ah kan, ya sudahlah.

Sampai di Observatorium masih ada waktu buat ngobrol2 sama petugas sebelumnya. Biasa masalah pengunjung yang nyebelin, seperti tidak mematuhi peraturan, susah diatur, buang sampah sembarangan, karepe dewe, dll. Setelah itu ada yang bilang kalau tadi melihat sunspot. “Wah, yang bener…” mendengar kata sunspot aku langsung kegirangan nyari kunci Radio buat nengokin matahari pakei si JOVE. Setelah dinyalain ternyata grafiknya datar2 aja. harusnya ada fluktuasi kalau ada burst. Hmmm, mungkin belum terjadi burst. OK, ditinggal saja, siapa tahu nanti muncul burst.

Setelah selesai nerima kunjungan, aku balik lagi nengokin matahari, dan benar saja, ada fluktuasi yang signifikan, wuishh senengnya… sambil dengerin suara matahari (sepertinya) sambil direkam. Cuman, perekamnya ini sepertinya tidak bisa merekam dalam waktu yang lama. Tiap 1.22 menit selalu terputus sendiri. akhirnya nginstall software yang lain yaitu Cool Edit Pro V 2. Software ini sudah terbukti bisa ngrekam dalam waktu yang cukup lama. Setelah install software dan memastikan sudah bekerja dengan baik, semua dimatikan karena sudah tidak ada lagi fluktuasi alias sudah tenang kembali. Fluktuasi untuk hari ini kira – kira berlangsung selama kira2 1 jam. Mulai sekitar jam 2 sampai jam 3.

Kemudian langsung buru2 pulang, karena langit mendung dan udah mulai grimis. Jadi rencana tambahan yang pertama gagal karena langit tidak mendukung sepertinya.

Pas sampai di jalan besar, aku melihat orang2 dan kendaraan yang dari bawah pada basah semua.

“wah, jangan2 di bawah hujan deras nih…”
ragu2 mau lanjut ngga,
“Ok, Hajar terus…” lanjut gan.
setelah satu belokan
“kenapa orang2 pada berhenti di pinggir2 warung..?”
“jangan – jangan disini barusan hujan deras..”
sepertinya barusan hujan deras sodara – sodara…. busyet, cuma beda 1 belokan aja cuaca udah beda jauh.
yah, cuaca sekarang memang lagi gak jelas.

Pas sampei kosan, telinga agak berdengung, agak – agak tersumbat. Ibarat hidung lagi tersumbat, rasanya gak enak tentunya. Mungkin akibat beda tekanan antara di gunung dan di bawah. padahal udah berkali kali nelen ludah, sampe habis…hehe. “Ok lah, biarin aja, mudah2an bentar lagi plong..” . Ketika solat, pas sujud, telinga ini rasanya agak agak mau kebuka, karena bacaan udah habis, jadi harus bangkit lagi, dan telinga gak jadi kebuka. tadi solat ashar. Nah, pas sholat magrib, sama kayak tadi, agak – agak kebuka saat sujud. Akhirnya pas sujud kedua telinga ini kebuka…”Alhamdulillah…” plong. Jadinya sholat malah mikirin telinga, gak khusuk (kayak yang pernah khusuk aja…).

Intinya hari ini gak sia2 ke Observatorium, walaupun awalnya agak kepaksa…. dapet suspect burst.

Testing Dua Antena JOVE

Hari ini setelah selesai menerima kunjungan ke Observatorium Bosscha, saya tidak langsung turun (pulang). Saya berniat untuk meluangkan waktu sejenak menyelesaikan develop teleskop radio JOVE yang sempat terhenti kemarin karena hujan. Selain itu kalau turun sekarang, jalanan pasti macet karena malam minggu. Sepertinya besok juga akan macet. Jadi jadwal untuk hari minggu adalah istirahat di kosan.

Pekerjaan yang terselesaikan tadi adalah memasang konektor untuk kabel penghubung antara combiner dua antena dengan receiver. Setelah dipasang semuanya, langsung testing dengan laptop. Hasil yang didapat memang agak kurang meyakinkan. Grafik pada skypipe menunjukkan angka sekitar 17.8xx . Ketika antena disconnect, grafik malah naik, tetapi Hiss atau fluktuasi noise turun. Sedangkan ketika antena reconnect, hiss naik dan power turun. Kemudian saya pindah menggunakan PC yang biasa digunakan, tetapi hasilnya identik. Hal ini sangat membingungkan karena hasil yang diharapkan adalah yang sebaliknya. Jadi PR-ku sekarang adalah mencari kenapa ini bisa terjadi dan cek lagi apakah cabeling, antena, dan lainnya sudah sesuai dengan yang seharusnya.

Kondisi pengamatan juga tidak terlalu bagus karena langit mendung dan matahari sebagai sumber yang paling diharapkan diyakini sudah melewati beam. OK, karena belum solat ashar, pengamatan dihentikan dulu untuk dilanjutkan di lain waktu.

Seandainya Punya Radar Astronomi

Salah satu impianku untuk Indonesia ini adalah punya radar astronomi sendiri. Radar untuk mendeteksi dan mempelajari obyek – obyek langit yang berada di sekitar Bumi dan atau obyek-obyek yang melintas di atas wilayah Indonesia. Untuk benda di sekitar bumi misalnya planet, bulan, matahari, asteroid, dll. Benda2 ini dideteksi dan dipelajari baik permukaannya, lokasinya, gerakannya, kecepatannya, dan lain sebagainya.

Selain itu juga bisa mendeteksi benda2 yang melintas diwilayah indonesia misalnya meteor, satelit-satelit yang sedang melintas, dan juga mendeteksi secara dini batuan-batuan di luar angkasa yang sekiranya bakal jatuh di wilayah Indonesia, sehingga kita bisa mengambil suatu langkah tertentu. Lebih bagus lagi jika dilengkapi senjata otomatis yang bisa menembak dan menghancurkan benda tersebut sebelum jatuh di atas wilayah Indonesia. Tentu saja radar ini juga bisa diaplikasikan untuk kepentingan militer.

gambar diatas diambil dari : http://en.wikipedia.org/wiki/Radar_astronomy

Microshutter pada JWST

James Webb Space Telescope (JWST) sebagai successor of Hubble rencananya akan diluncurkan pada tahun 2014. Salah satu teknologi baru yang diusung teleskop luar angkasa ini adalah microshutters. Seperti shutter pada kamera tetapi dengan ukuran yang sangat kecil sekitar 100 x 200 microns yang jumlahnya ribuan, detektor ini bisa memblokir sinyal tertentu dan meloloskan yang lain. seperti memblokir sinyal kuat yang ada di dekat teleskop dan meloloskan sinyal lemah yang sangat jauh dari teleskop.


Hujan Meteor Lyrid

Hari – hari terakhir media sedang heboh memberitakan Hujan meteor Lyrid.
Apakah itu…?
Hujan Meteor adalah peristiwa masuknya batuan-batuan kecil ke dalam atmosfir bumi dan terbakar karena gesekan dengan partikel-partikel di atmosfir. Btuan – batuan ini merupakan bekas lewatnya sebuah komet ketika mendekati matahari. Ketika melewati matahari, permukaan komet akan sedikit terkikis dan meninggalkan ceceran “batuan” yang ditinggalkan sepanjang lintasannya. Ketika bumi kita mengorbit matahari dan melewati bekas lintasan komet ini, maka tentu saja akan semakin banyak batuan yang terjebak masuk ke dalam atmosfir bumi.

Apakah berbahaya?
Sepertinya tidak karena biasanya batuan ini kecil-kecil dan langsung habis terbakar di atmosfir

Apakah memerlukan alat bantu untuk melihatnya?
Tidak perlu, cukup pakai mata saja sudah cukup untuk melihat hujan meteor ini seperti melihat bintang jatuh seperti biasa.

Darimana bisa melihatnya?
Dari seluruh Indonesia sepertinya bisa melihatnya asal cuaca cerah dan sedang beruntung…

Apakah ini suatu pertanda peristiwa di bumi?
Yang saya tau hujan meteor adalah peristiwa alam biasa seperti hujan air, angin, panas terik matahari dan peristiwa-peristiwa alam lain. kalaupun ada peristiwa alam di bumi setelah hujan meteor, kemungkinan itu hanya kebetulan saja.

Di langit sebelah mana saya bisa melihat hujan meteor lyrid?
Di bagian langit pada rasi bintang Lyra dan disekitarnya.

Apakah setiap kita melihat langit pada saat hujan meteor kita akan bisa melihatnya?
Belum tentu, tapi kemungkinan melihatnya akan semakin besar saat puncaknya. Selain itu juga cuaca harus cerah, dan sebaiknya di daerah yang memiliki langit gelap serta jauh dari lampu2 kota.

Apakah yang nulis postingan ini sudah pernah melihat hujan meteor?
Sudah..:) dulu saya pernah melihat banyak bintang jatuh di langit sekitar dini hari tapi waktu itu tidak tau kalau itu hujan meteor.