Topologi Jaringan Komputer dan Teleskop Radio

Saya jadi teringat kembali dengan topologi interferometer teleskop radio yang saya dulu pernah bingung memikirkannya. Sebenarnya sekarang juga masih bingung dengan pengaturan sinyal antar parabola yang digunakan secara bersama untuk mengamati objek yang sama di langit. Karena sinyal dari masing-masing antena harus disinkronkan atau dalam bahasa fisikanya di korelasikan, yang pakai ditransformasi pakai transformasi fourier dan teman-temannya itu.

O iya, saya tadi teringat topologi jaringan teleskop radio sesaat setelah saya membaca topologi jaringan komputer. Masing-masing perlu diberi identitas dan diatur agar bisa saling berkomunikasi. Di titik penghubungnya juga harus diatur kemana arah paket data berjalan. Dibuat sub-sub jaringan agar memudahkan pengatururan dan administrasi.

Desain LOFAR termasuk Irlandia. sumber:http://www.siliconrepublic.com/innovation/item/27211-dermot-desmond-invests-in-r
Desain LOFAR termasuk Irlandia. sumber:http://www.siliconrepublic.com/innovation/item/27211-dermot-desmond-invests-in-r

Eropa juga sedang mengembangkan ratusan hingga ribuan node antena sebagai teleskop radio yang disebar di beberapa negara membentuk pola tertentu. Project teleskop radio ini diberi nama LOFAR atau Low Frequency Array. Mereka menggunakan jaringan ethernet 10 Gigabit untuk menghubungkan antar titik pengamatan dengan pusat pemrosesan sinyal.

Gamabar disamping meunjukkan lokasi titik teleskop LOFAR termasuk Irlandia. Sepertinya Irlandia baru bergabung dengan konsorsium ini. Karna sebelumnya namanya hanya LOFAR. Tapi kalau yang ini jadi i-LOFAR. Indonesia kapan bergabung konsorsium project sains seperti ini ya. hmmm..

Website LOFAR : http://www.lofar.org

Keberuntungan yang Melancarkan Tugas Akhir/Skripsi

Sebenarnya kejadiannya sudah dua tahun yang lalu (kalender islam). Tepat pada hari yang sama pada kalender islam dan bertepatan pula dengan libur Maulid Nabi Muhammad SAW. Akibat kejadian yang langka ini, saya semakin percaya diri menjelaskan ke smua orang apa lagi kepada tim penguji, pembimbing, staff Observatorium Bosscha, Mahasiswa Astronomi, dan semua yang terkait.

Fenomena apa itu?

Ceritanya berawal ketika saya sedang mengerjakan skripsi atau kalau di ITB biasa disebut TA (Tugas Akhir). Tugas akhir saya lebih cenderung ke instrumentasi. Instrumentasi menjadi hal yang saya minati karena mungkin memang bawaan lahir saya menyukai mesin atau peralatan, walaupun kuliah saya di bidang sains. Waktu kecil, kira-kira umuran TK, atau malah belum sekolah saya agak lupa, ketika diajak orang tua atau tetangga pergi ke hajatan kondangan di kampung, saya selalu merengek untuk melihat diesel atau genset yang digunakan untuk menyuplay listrik. Diesel gensetnya tidak sebagus yang tertutup semuanya berbentuk kotak persegi seperti yang digunakan sekarang ini, tetapi diesel umum, ada roda-roda dan tali yang menghubungkan untuk memutar generator. Apa yang saya lakukan disana? duduk manis diam saja melihat roda-roda itu berputar dan terpesona dengan suara dan lampu yang bisa nyala dari diesel itu. Bahkan saya tidak peduli dengan hajatan yang diselenggarakan, makanannya dan orang-orang yang hadir. Lagi pula saya tidak suka daging. Kata nenek, saya akan nangis dan tidak akan diam sebelum melihat genset itu.:D.

Oke, kembali ke tugas akhir, ya jadi tugas akhir saya adalah Pengembangan Teleskop Radio dan Interferometer Radio JOVE di Observatorium Bosscha *wiihhh masih apal euy…:D. Misi saya adalah mengimplementasikan teleskop radio JOVE dan mengembangkannya menjadi interferometer untuk dipasang sebagai alat pengamatan benda langit dalam panjang gelombang radio dengan frekuensi 20,1 MHz di Observatorium Bosscha. Teleskop Radio JOVE sendiri sudah lama dikembangkan oleh beberapa orang dari NASA Goddard Space Flight Center sebagai project untuk tingkat sekolah maupun umum. Saya tertarik dan saya melihat kalau project ini feasible untuk dilakukan di Observatorium Bosscha. Kebetulan Dosen pembimbing saya, Dr. Taufiq Hidayat, juga memiliki keinginan atau rencana yang sama dalam mengembangkan teleskop radio atau observatorium multiwavelength di Observatorium Bosscha atau Indonesia pada umumnya. Kebetulan juga waktu itu Pak Taufiq juga sedang menjabat sebagai kepala Observatorium Bosscha. Untungnya lagi setelah kepala Bosscha diganti oleh Pak Hakim ( Dr. Hakim L. Malasan), Teleskop radio JOVE masih didukung dengan beberapa support yang diberikan pada masa pengembangannya. Ini semua adalah keberuntungan yang pertama.

Keberuntungan kedua yaitu ketika saya hendak melakukan percobaan alat penerima setelah diganti yang baru karena yang lama dinilai rusak. Pada waktu itu saya sebernarnya tidak berencana untuk ke Bosscha karna memang saya sedang tidak ada jadwal penting untuk ke Bosscha seperti menerima kunjungan atau hal lain dan memang sedang libur Maulid Nabi, tapi saya akhirnya ke Bosscha juga. Sesampai di Bosscha saya tidak langsung melakukan percobaan, tetapi keliling dulu sambil menikmati udara sejuk pegunungan lembang tempat Observatorium Bosscha berada.Pada saat berkeliling, saya sempat bertemu dengan Pak Muji (Dr. Moedji Raharto) dan sempat ngobrol banyak tentang hilal, tentang Bosscha, sampai pengalaman beliau di Jepang.

Saya masuk ke ruang radio dan mulai melakukan  serangkaian proses untuk melakukan testing dan pengamatan sinyal radio dari matahari. Dimulai dengan mengukur nilai tegangan power supply untuk sumber noise buatan (sumber noise buatan untuk kalibrasi penerima gelombang radio), pasang soundcard sebagai Analog-to-Digital Converter, malkukan kalibrasi sistem, dan akhirnya standby dalam pengamatan radio, dan memantau pergerakan sinyal yang diterima. O iya, cuaca waktu itu mendung cukup tebal merata disegala arah.

Ketika memonitor suara dari speaker sambil melakukan hal yang lain, karena memang kita bisa memantau sinyal radio disini menggunakan speaker, saya mendengar suara yang sangat khas. Ya, suara ini adalah suara karakter semburan radio dari matahari yang tidak bisa diperediksi itu. Saya langsung bangun dan memperhatikan monitor. Begitu tegangnya saya waktu itu karena bisa jadi ini adalah semburan terbaik yang bisa dideteksi dengan keyakinan sampai 100%. Saya langsung rekam suaranya dan langsung capture grafik sinyal yang ditampilkan di monitor. Saya langsung cek dengan berita dari spaceweather.com dan dengan situs cuaca antariksa yang lain. Saya langsung konfirmasi ke Pak Taufiq mengenai fenomena ini. Pak Dhani (Dr. Dhani Herdiwidjaya) yang juga seorang peneliti matahari ketika saya konfimasi langsung menyarankan untuk cek ke situs pemantauan X-Ray matahari menggunakan satelit untuk cross-check. Dan memang dipasetikan ada semburan matahari pada selang menit tersebut. Intensitasnya cukup tinggi, bahkan yang tertinggi pertama sejak beberapa tahun terakhir. Kejadiannya sekitar jam 12.00 siang WIB.

Flare Besar 15 Februari 2011 ( Maulid Nabi Muhammad SAW) menimbulkan semburan radio yang cukup kuat
Flare Besar 15 Februari 2011 ( Maulid Nabi Muhammad SAW) menimbulkan semburan radio yang cukup kuat

Fenomena inilah yang menjadi keberuntungan saya yang kedua. Ketika semua peralatan tengah diuji coba, semua telah selesai di persiapkan dan kalibrasi, telah siap dan sedang melakukan pengamatan, semburan radio dari matahari muncul dan terdeteksi. Padahal semburan ini sulit untuk diprediski dan kejadiaanya cuma beberapa menit.

Cross-check dengan hasil pengamatan dari satelit GOES X-Ray
Cross-check dengan hasil pengamatan dari satelit GOES X-Ray

Setelah kejadian itu, saya bisa merasakan rasa syukur yang dalam kepada Allah SWT. yang telah Menuntun untuk melakukan semua kegiatan pada hari itu dan saya merasa semua telah Direncanakan semuanya… Alhamdulillah… segala Puji Bagi Allah SWT Tuhan seluruh alam semesta…

Kondisi ruang radio dan peralatan pengamatan teleskop radio saat teramatinya semburan radio kelas X2 yang terjadi tanggal 15 Februari 2011.
Kondisi ruang radio dan peralatan pengamatan teleskop radio saat teramatinya semburan radio kelas X2 yang terjadi tanggal 15 Februari 2011.

Pasang Kabel Transmisi


Hasi kamis, 24 Februari 2011, sesuai dengan rencana telah dilakukan setup kabel transmisi untuk interferometer JOVE. dari rabu siang udah standby di bosscha, siap – siap sama bikin rencana kerjaan. dari kosan udah disiapin denah jalur transmisinya sama denah jalur interferometernya. denah aku tinggal di bengkel  biar buat arsip.

pagi – pagi langsung standby di radio, para teknisi datang, langsung kerja. denah sudah dikasih dari kemarin dengan harapan sudah terbayang semua tentang apa yang mau dikerjakan. box control dibongkar lagi sama pak agus subang, kabel AJ-1 diambil, dibentangkan sepanjang jalan, buat patokan, kabel baru dibentangkan, diukur ulang, tiap 20 m ditandai dengan format J[nomer kabel] 0-[meter ke-], misal J1 0-20 (artinya antena jove 1 meter dari 0 sampai ke-20).

setelah ditandai, kabel dipotong, J1 dimasukkan kembali dan langsung ditimbun, mulai dari ruang radio sampai antena. permanenisasi ini dilakukan setelah beberapa kali dilakukan uji coba pengamatan interferometer. penanaman dilakukan lebih banyak orang, termasuk dari kebun turun tangan. agak sore, pas masang disekitar kombiner, gerimis datang. kerjaan tetap dilakukan, beberapa saat reda. selesai, dilanjut setup disekitar ruang radio, pipa kurang, jadi sementara di dekat radio tidak pakai paralon. J2 juga belum dipasang. total panjang terukur masing-masing coax transmission line yaitu 110,18 meter atau 9 lambda di 20,1 MHz untuk belden RG-6/u yang digunakan.

Atur penataan di ruang radio, coba testing, sinyal bisa diterima dengan baik. tetapi saya merasa masih ada yang tidak beres di software interferometer. dari sinyal yang masuk, sudah dipastikan tidak ada masalah dari sistem luar. mungkin ada yang perlu diatur lagi dari sisi software. untuk sementara yang dicurigai adalah dari sisi software dan sedikit tentang receiver. i think, no problem with transmission line. quote menarik ” hey..if i don’t, who?” terima kasih pak taufiq, pak agus setiawan, pak agus subang, pak iwa, pak suhana, aji, orang-orang kebun, dan semua yang terlibat langsung maupun tidak langsung.

Testing Interferometer

Testing 12 Jam pengamatan

Hari kemarin, 06 November 2010 merupakan hari dimana didapatkan first light Interferometer radio. Setelah bingung beberapa saat, akhirnya diputusin untuk testing interferometer aja langsung. Gak usah di attenuate dulu LO-nya, karena pada testing osc dan LO-Injection kemarin udah didapat keluaran audio yang sama dari dua receiver dan rasanya gak akan rusak jika langusng menginjeksi LO dari receiver 1 langsung ke mixer di receiver 2. Karena pada dasarnya LO dan Mixer di masing masing receiver juga langsung di injeksi begitu saja. Nanti kalau ada masalah baru dipikirkan lagi.

jam 23.15-04:56

Gambar diatas adalah hasil pengamatan selama 12 jam pengamatan. Sebenarnya maunya lebih karena waktu jam ke-12 kemarin itu jam 11 malam dan udah diniatin nginep. Tapi tiba-tiba sinyal malah drop dua-duanya dan hasil korelasi juga drop. Coba mencari penyebabnya sampai restart komputer segala, dan nyoba ganti input di microphon. Karena sinyal berubah drastis dan keburu panik duluan akhirnya milih di microphone. Karena di microphone sinyal kembali naik. Habis itu agak tenang sedikit dan ditinggal tidur. Pas bangun sekitar jam 3 pagi, coba dilihat malah gak karuan hasilnya (maksudnya tidak sesuai yang diharapkan). Sampai sekarang masih misteri…

Soundcard Oszilloscop

Pagi-pagi coba mengerjakan yang lain. teringat tentang Soundcard Oscilloscope yang dibicarakan di fringes akhirnya nyari-nyari yang gratisan dapet. Langsung dicoba buat lihat sinyal dari masing2 receiver didapat perbedaan phase 180 derajat. coba dilihat di pola x-y Lissajous memang terlihat perbedaan phase 180 derajat. Setelah dihitung berdasarkan persamaan kalibrasi, didapat bahwa diperlukan kabel adjusment 6,1XX m. Langusng teringat kabel feedline AJ-TB2 memiliki panjang segitu juga. artinya panjang kabel kurang setengah lambda. Pada awalnya mengira ini penyebab perbedaan Phase ini. Tapi setelah coba test tanpa antenna, sinyal masih tidak bergeming dengan pendiriannya berfase 180 derajat. Kecurigaan langsung mengarah ke receiver dan lebih tepatnya LO-Injection. Apa ini penyebabnya? misteri… Akan kucoba kau lain waktu. Tapi kau adalah perhatian pertamaku nanti.

Tadinya gak mau nginep, tapi setelah malem agak gerimis dan kabel udah terlanjur terpasang, males buat nggulung lagi ditambah baca notes FB seseorang sukarelawan Merapi dari link temen akhirnya diputusin nginep aja. Notesnya itu menceritakan kondisi yang memprihatinkan di pengungsian. Yang di pengungsian aja semangat walaupun dengan keterbatasan, disini yang lebih mendingan masak gak semangat.

Minggu,07 Nov 2010
Ruang Kontrol Teleskop Radio