Bersiap Membuat Clip Dokumenter di Gresik dan Tuban

Minggu depan saya dapat tugas ke Gresik dan Tuban, Jawa Timur untuk mendokumentasikan kegiatan  project yang berkaitan dengan pertanian atau agriculture. Target yang ingin saya dapat adalah interaksi expert dengan petani lokal. Hsilnya berupa video dan foto. Foto-foto ini akan menjadi stock publikasi dan dokumentasi kegiatan project. Sedangkan video akan digunakan sebagai media publikasi dan edukasi publik baik di Indonesia maupun Jepang. Temanya mungkin lebih cenderung ke dokumenter.

Pertama, saya harus dapat gambaran tentang medan yang akan saya hadapi. Dari informasi yang ada, saya dapat gambaran bahwa saya akan ambil gambar pada lokasi outdoor. Mungkin akan berada di area persawahan. karena posisi outdoor, ada beberapa faktor lingkungan yang perlu saya perhatikan seperti angin yang bisa mengaburkan suara, hujan yang bisa mengganggu acara dan menjadi ancaman bagi instrumen dan ancaman untuk kesehatan.

Saya akan ambil moment diskusi antara expert dan petani. Saya akan ambil sudut dari sisi expert dengan sedikit memasukkan expert dalam frame dan lebih meng-expose petani dengan latar belakang persawahan. Sesekali saya akan sweep area persawahan dan mencoba menangkap gambaran umum dan hal unik yang bisa saya ambil. Hal unik disini misalnya suatu hal yang tidak umum pada persawahan terutama efek dari perubahan iklim. Ini moment kunci utamanya, dan saya harus mendapat moment ini.

Untuk mendukung tugas ini, saya memilih menggunakan DSLR karena menurut saya sudah sangat mumpuni untuk keperluan diatas. Hasil foto-foto sangat bagus dan professional looks dan hasil video juga tidak kalah dengan kamera professional untuk membuat film. Hasil videonya juga bisa tampak lebih cinematic daripada menggunakan kamera handycam. Bentuknya juga tidak terlalu besar sehingga mudah dibawa.

List peralatan:

  1. Canon EOS 7D
  2. Tamron 17-50 mm F/2.8
  3. RODE stereo video microphone
  4. Tripod yang bisa monopod

Canon EOS 7D untuk merekam gambar dan video, kamera yang menurut saya cukup canggih dengan dukungan feature yang lengkap, setidaknya jauh lebih lengkap dari kamera saya sendiri (Sony A200). Kamera yang bagus dan harganya lumayan mahal. Dari beberapa review di web dan youtube, kamera ini menghasilkan gambar yang tajam dan hasil video cinematic (bergantung pada lensa juga). Tingkat noise juga relatif rendah dan memiliki rentang sensitifitas ISO yang beragam.

Lensa Tamron 17-50 mm untuk menangkap gambar. Lensa dengan sudut pandang yang lebar untuk menangkap momen dengan cakupan view yang lebar pada jarak yang dekat. Hal ini cukup penting, karena kemungkinan saya akan mengambil gambar dari posisi yang sulit, seperti berdesak-desakan atau berdiri di ‘galengan’ (jalan setapak pembatas petak sawah) bersama-sama dengan petani dan expert. Atau kalau tidak saya harus nyebur ke sawah dimana itu akan merusak persawahan atau sepatu saya yang kotor :). Tapi yang jadi perhatian utama sih rusaknya pertanian. Sedangkan untuk focal ratio atau f-stop F/2.8 saya pikir cukup untuk mendapat DOF (Depth of Field) yang lumayan untuk mempertegas POI (point of interest). Kalau di teleskope astronomi, focal ratio ini menentukan seberapa cepat teleskop. Semakin kecil berarti teleskop semakin cepat mengumpulkan cahaya.

RODE stereo video microphone untuk mengambil suara. Saya agak sangsi dengan kemampuan built-in mic pada EOS karena berdasarkan pengalaman, akan banyak noise suara yang masuk, apalagi saya harus mengambil video pada lokasi outdor dengan kondisi yang seperti saya ceritakan diatas. Oleh sebab itu saya menyiapkan external microphone ini. Dari berbagai review di web dan youtube, hasilnya lumayan bersih dan berbeda jauh dengan yang tidak memakai external microphone ini. Dengan penutup mic yang berbentuk bulu-bulu seperti bulu rubah itu, bisa mengeliminir noise ‘gemrubuk’ yang desebabkan hembusan angin.

Sedangkan yang terakhir yaitu tripod untuk kenyamanan saat mengambil gambar. Sebenarnya saya tidak menyewa, tapi dari persewaan menawarkan gratis ya dipakai saja, lagi pula pasti akan membantu di lapangan. Megang kamera itu pegel juga, apalagi dalam waktu yang lama.

Last of all, Tet’s try..!!!

kapan lagi bisa bereksperimen dengan alat canggih. Walaupun bisa saja saya merekomendasikan untuk sewa orang professional untuk mengerjakan ini, tapi kalau bisa saya kerjakan sendiri dan bisa menambah pengetahuan, pengalaman, dan yang paling penting, enjoyment, Why not?

Jika sukses, saya akan pergi ke palembang untuk hal yang sama.

Ok, Wish me luck..!!!

Keberuntungan yang Melancarkan Tugas Akhir/Skripsi

Sebenarnya kejadiannya sudah dua tahun yang lalu (kalender islam). Tepat pada hari yang sama pada kalender islam dan bertepatan pula dengan libur Maulid Nabi Muhammad SAW. Akibat kejadian yang langka ini, saya semakin percaya diri menjelaskan ke smua orang apa lagi kepada tim penguji, pembimbing, staff Observatorium Bosscha, Mahasiswa Astronomi, dan semua yang terkait.

Fenomena apa itu?

Ceritanya berawal ketika saya sedang mengerjakan skripsi atau kalau di ITB biasa disebut TA (Tugas Akhir). Tugas akhir saya lebih cenderung ke instrumentasi. Instrumentasi menjadi hal yang saya minati karena mungkin memang bawaan lahir saya menyukai mesin atau peralatan, walaupun kuliah saya di bidang sains. Waktu kecil, kira-kira umuran TK, atau malah belum sekolah saya agak lupa, ketika diajak orang tua atau tetangga pergi ke hajatan kondangan di kampung, saya selalu merengek untuk melihat diesel atau genset yang digunakan untuk menyuplay listrik. Diesel gensetnya tidak sebagus yang tertutup semuanya berbentuk kotak persegi seperti yang digunakan sekarang ini, tetapi diesel umum, ada roda-roda dan tali yang menghubungkan untuk memutar generator. Apa yang saya lakukan disana? duduk manis diam saja melihat roda-roda itu berputar dan terpesona dengan suara dan lampu yang bisa nyala dari diesel itu. Bahkan saya tidak peduli dengan hajatan yang diselenggarakan, makanannya dan orang-orang yang hadir. Lagi pula saya tidak suka daging. Kata nenek, saya akan nangis dan tidak akan diam sebelum melihat genset itu.:D.

Oke, kembali ke tugas akhir, ya jadi tugas akhir saya adalah Pengembangan Teleskop Radio dan Interferometer Radio JOVE di Observatorium Bosscha *wiihhh masih apal euy…:D. Misi saya adalah mengimplementasikan teleskop radio JOVE dan mengembangkannya menjadi interferometer untuk dipasang sebagai alat pengamatan benda langit dalam panjang gelombang radio dengan frekuensi 20,1 MHz di Observatorium Bosscha. Teleskop Radio JOVE sendiri sudah lama dikembangkan oleh beberapa orang dari NASA Goddard Space Flight Center sebagai project untuk tingkat sekolah maupun umum. Saya tertarik dan saya melihat kalau project ini feasible untuk dilakukan di Observatorium Bosscha. Kebetulan Dosen pembimbing saya, Dr. Taufiq Hidayat, juga memiliki keinginan atau rencana yang sama dalam mengembangkan teleskop radio atau observatorium multiwavelength di Observatorium Bosscha atau Indonesia pada umumnya. Kebetulan juga waktu itu Pak Taufiq juga sedang menjabat sebagai kepala Observatorium Bosscha. Untungnya lagi setelah kepala Bosscha diganti oleh Pak Hakim ( Dr. Hakim L. Malasan), Teleskop radio JOVE masih didukung dengan beberapa support yang diberikan pada masa pengembangannya. Ini semua adalah keberuntungan yang pertama.

Keberuntungan kedua yaitu ketika saya hendak melakukan percobaan alat penerima setelah diganti yang baru karena yang lama dinilai rusak. Pada waktu itu saya sebernarnya tidak berencana untuk ke Bosscha karna memang saya sedang tidak ada jadwal penting untuk ke Bosscha seperti menerima kunjungan atau hal lain dan memang sedang libur Maulid Nabi, tapi saya akhirnya ke Bosscha juga. Sesampai di Bosscha saya tidak langsung melakukan percobaan, tetapi keliling dulu sambil menikmati udara sejuk pegunungan lembang tempat Observatorium Bosscha berada.Pada saat berkeliling, saya sempat bertemu dengan Pak Muji (Dr. Moedji Raharto) dan sempat ngobrol banyak tentang hilal, tentang Bosscha, sampai pengalaman beliau di Jepang.

Saya masuk ke ruang radio dan mulai melakukan  serangkaian proses untuk melakukan testing dan pengamatan sinyal radio dari matahari. Dimulai dengan mengukur nilai tegangan power supply untuk sumber noise buatan (sumber noise buatan untuk kalibrasi penerima gelombang radio), pasang soundcard sebagai Analog-to-Digital Converter, malkukan kalibrasi sistem, dan akhirnya standby dalam pengamatan radio, dan memantau pergerakan sinyal yang diterima. O iya, cuaca waktu itu mendung cukup tebal merata disegala arah.

Ketika memonitor suara dari speaker sambil melakukan hal yang lain, karena memang kita bisa memantau sinyal radio disini menggunakan speaker, saya mendengar suara yang sangat khas. Ya, suara ini adalah suara karakter semburan radio dari matahari yang tidak bisa diperediksi itu. Saya langsung bangun dan memperhatikan monitor. Begitu tegangnya saya waktu itu karena bisa jadi ini adalah semburan terbaik yang bisa dideteksi dengan keyakinan sampai 100%. Saya langsung rekam suaranya dan langsung capture grafik sinyal yang ditampilkan di monitor. Saya langsung cek dengan berita dari spaceweather.com dan dengan situs cuaca antariksa yang lain. Saya langsung konfirmasi ke Pak Taufiq mengenai fenomena ini. Pak Dhani (Dr. Dhani Herdiwidjaya) yang juga seorang peneliti matahari ketika saya konfimasi langsung menyarankan untuk cek ke situs pemantauan X-Ray matahari menggunakan satelit untuk cross-check. Dan memang dipasetikan ada semburan matahari pada selang menit tersebut. Intensitasnya cukup tinggi, bahkan yang tertinggi pertama sejak beberapa tahun terakhir. Kejadiannya sekitar jam 12.00 siang WIB.

Flare Besar 15 Februari 2011 ( Maulid Nabi Muhammad SAW) menimbulkan semburan radio yang cukup kuat
Flare Besar 15 Februari 2011 ( Maulid Nabi Muhammad SAW) menimbulkan semburan radio yang cukup kuat

Fenomena inilah yang menjadi keberuntungan saya yang kedua. Ketika semua peralatan tengah diuji coba, semua telah selesai di persiapkan dan kalibrasi, telah siap dan sedang melakukan pengamatan, semburan radio dari matahari muncul dan terdeteksi. Padahal semburan ini sulit untuk diprediski dan kejadiaanya cuma beberapa menit.

Cross-check dengan hasil pengamatan dari satelit GOES X-Ray
Cross-check dengan hasil pengamatan dari satelit GOES X-Ray

Setelah kejadian itu, saya bisa merasakan rasa syukur yang dalam kepada Allah SWT. yang telah Menuntun untuk melakukan semua kegiatan pada hari itu dan saya merasa semua telah Direncanakan semuanya… Alhamdulillah… segala Puji Bagi Allah SWT Tuhan seluruh alam semesta…

Kondisi ruang radio dan peralatan pengamatan teleskop radio saat teramatinya semburan radio kelas X2 yang terjadi tanggal 15 Februari 2011.
Kondisi ruang radio dan peralatan pengamatan teleskop radio saat teramatinya semburan radio kelas X2 yang terjadi tanggal 15 Februari 2011.

Experimen Biogas Yang Tertunda.

Tadi sore duduk di ruang tamu entah awalnya dari mana, jadi teringat tentang experimen biogas yang dulu pernah direncanakan dan kerjakan pada masa SMA bersama teman saya. Saya dan teman saya kebetulan satu MTs di Ngronggo dan satu SMA di barat sungai brantas kediri. Kita sama-sama tinggal di pondok pesantren Al-Islah dan sama-sama suka sering pulang ke rumah kalau weekend. Yang namanya mondok disini itu ya jarang pulang. Mungkin pulang sekali setahun pas lebaran. Tapi bagi kami, hari sabtu adalah hari yang ditunggu-tunggu untuk pulang ke rumah. Alasannya sepele, kangen tidur dan masakan di rumah. Dan hari minggu malam adalah waktu yang paling tidak mengenakkan karena besok harus kembali sekolah dan kembali ke pondok.

Ok, kembali ke biogas. Ya…, kita sering ngobrol di selasar masjid atau kamar Al-Munawwaroh sekedar membicarakan rencana-rencana besar yang akan kita kerjakan. Seolah-olah kita akan menyelesaikan permasalahan energi nasional. Kita melihat ada bagan biogas di buku pelajaran. Kita berencana untuk membuat seperti di buku itu. Waktu itu, internet tidak semarak sekarang. Headphone pun  kita belum punya.

Kebetulan dia atau tetangganya punya ternak sapi sehingga kebutuhan kotoran ternak tidak jadi masalah. Kita kemudian merencanakan waktu untuk mulai mengeksekusi rencana ini. Saya berencana menginap di rumahnya pada waktu itu. Sorenya kita lamgsung mengumpulkan kotoran dan mencari enceng gondok di sungai sekitar persawahan. Sepulang mencari bahan, badan saya agak gak enak, dan tiba-tiba saya mutah. Waktu itu di belakang/samping rumahnya. Saya ingat waktu itu percobaan dilanjutkan sebentar sampai proses dimana bahan-bahan dicampur dan dibiarkan selama beberapa hari dalam kondisi tertutup.

Sampai tahap ini, kota tidak pernah menengok lagi seember ‘adonan’ kotoran yang kita tinggalkan itu. Pastinya udah dibuang. Klopun masih ada paling sudah beralih fungsi jadi pupuk kompos/tanah.

Repost: Center of Milky Way

Postingan ini merupakan postingan ulang dari tulisan yang pernah saya post di blog ITB disini:

Center of Milky Way. © Alfan Nasrulloh/Observatorium Bosscha
Center of Milky Way. © Alfan Nasrulloh/Observatorium Bosscha

Center of Milky Way
single frame
sony A 200
exp 127s
25 Juni 2011 02:45 WIB
Obs. Bosscha

Foto ini diambil pada tanggal 25 Juni 2011 jam 02:45 WIB, dini hari di Observatorium Bosscha. Kamera yang digunakan adalah kamera DSLR Sony Alpha 200 + lensa kit s0ny 18-70 mm. Cuaca pada saat itu sangat cerah dan kering, kondisi yang cukup langka dan berharga.

Sebenarnya agak malas keluar ruangan karna cuacanya sangat dingin, dan angin tumben kenceng malam itu. tapi setelah lihat milky way tampak membentang jelas, seperti “memangil-manggil” untuk difoto, akhirnya ngeluarin kamera dan tripod. Cek sebentar hasilnya lumayan, tapi sayang bintangnya

nge-trail (tampak membentuk garis karena efek gerak rotasi bumi yang terekam kamera dengan ekspossure tinggi).

Karena kurang puas dengan hasil bintang yang ngetrail, akhirnya diputuskan untuk pakai mounting (motor tracking teleskop) vixen sphinx. Set-up tripod dan mountingnya, cari-cari attachment yang pas buat masang kamera langsung yang tanpa harus masang tabung teropong, akhirnya nemu attachment buat tabung teropong William Optic yang biasa dipakai untuk pengamatan hilal. Ternyata attachment ini pas dengan lubang screw di kamera.

Set-up selesai, atur kira-kira berapa ekspossure yang akan dipakai, liat jam, tekan tombol kamera,

tungguin sampai waktu ekspossure selesai, dan lepas tombol kamera. Untuk gambar ini waktu eskpossurenya 127 detik atau sekitar dua menit, dan ini yang agak membosankan. Nungguin kamera bekerja mengumpulkan cahaya, tidak ada yang dilakukan selain mondar-mandir disekitar sambil dengerin lagu di kegelapan. Setelah waktu ekspossure selesai, masih harus menunggu lagi kamera bekerja mengolah cahaya yang baru saja dikumpulkan tadi.

Olah digital di level, color, crop dll. didapat foto diatas. Yah, lumayan lah, walaupun akhirnya besoknya flu, tapi masih ada sekenario konfigurasi instrumen lain yang ingin dicoba. Yang paling susah adalah mensinkronkan waktu, cuaca yang cerah, dan obyek yang tampak.

Tentang Gadget Goes X-Ray

di bawah kanan halaman blog ini saya pasang gadget (kayaknya sama dengan widget di worpress atau modul di jomla) hasil pengamatan satelit Goes dalam rentang x-ray. ini merupakan citra tiap lima menit (setidaknya untuk saat tulisan ini ditulis -15 Mei 2011- gak tau ntar klo dirubah…:p ) dari pengamatan matahari. saya pasang ini sejak saya pertama kali mendeteksi semburan radio matahari. Waktu itu saya lapor ke Dr. Dhani Herdiwidjaya. Pak Dhani adalah dosen saya dan juga penguji saat Tugas Akhir. waktu itu Pak Dhani menunjukkan hasil citra goes x-ray ini.

Akhirnya untuk ikut memonitor aktifitas matahari dan kira-kira perlu ngamat pakai radio jove atau engga, saya pasang di sini. biar mudah gitu, dikumpulin semua di halaman blog ini.

matahari merupakan satu dari sekian obyek lain yang menyita perhatian saya. saya suka matahari… matahari tidak kalah penting dengan udara, air, dan tanah. -wew, kek avatar aja- o iya kurang api. matahari merupakan sumber utama energi di bumi. tentu saja  yang hebat bukan mataharinya, tapi Yang Menciptakan Matahari.

klo cuma ditinjau matahari dan bumi dari kaca mata sebab akibat ya matahari sumber utama. tapi klo dirunut-runut, dari mana matahari, ini dari mana, trus kemana, dan seterusnya menurut kemampuan akal… ya mungkin dapat suatu jawaban, tapi itu menurut akal. akal itu terbatas, saya sadar, tidak patut klo kita menurutkan semua pada akal, menyandarkan semua pada akal. menjawab bumi mengitari matahari atau sebaliknya saja butuh perdebatan beratus – ratus tahun. Ada satu yang mutlak yaitu Tuhan. bagi saya yaitu Alloh SWT. saya tidak lebih dari seorang hamba yang tidak tau apa-apa kecuali sedikit yang diberikan Alloh SWT. kok sedikit berarti gak bersyukur, ok maksudnya sedikit bahkan sangat sedikit atau kalau persamaan bisa dicoret karena bisa dianggap tidak ada jika dibanding dengan Ilmu Alloh ta’ala. Tapi sangat banyak bagi saya, dan itu perlu disyukuri atas semua yang ada. ya relatif lah… gak usah kaku-kaku. yang fleksibel gitu…:D. Wallohua’lam

balik lagi ke gadget, jadi gadget ini rasanya bisa digunakan untuk mencocokkan dengan pengamatan radio jove. kok rasanya?, ya karena saya belum mengkaji lebih jauh, setidaknya belum membaca tulisan di paper atau dimana tentang kaitannya x-ray ini dengan radio frekuensi rendah. tapi dari pengalaman yang sedikit tentang semburan radio yang lalu, sepertinya kalau x-ray ini makin fluktuatif, apa lagi sampai ada spike yang tinggi, akan ada juga di radio jove. ya ini hanya anggapan saya, klo benar ya syukur, klo salah ya dibenerin. mungkin ini bisa jadi hipotesis yang bisa dijadikan bahan penelitian.