Dropbox Pro atau Amazon Glacier

Dropbox
Dropbox

Saya pernah menyebut harga Dropbox yang mahal dibanding Amazon Glacier di tulisan saya sebelumnya soal Mencoba Amazon Web Service EC2, S3, dan Glacier. Disitu saya menyebut kalau harga Amazon Glacier lebih murah dari Dropbox Pro.

Saya baru ingat ketika saya membuka kembali Dropbox Pro untuk pengguna personal satu account, Dropbox telah memberikan kapasitas 10 kali lebih besar dari kapasitas penyimpanan sebelumnya tanpa meningkatkan harganya. Jadi sekarang dengan harga sekitar 1 juta-an per tahun, kita bisa menyimpan data kita di Dropbox hingga 1TB. Setidaknya itu yang di janjikan Dropbox.

Harga Dropbox diatas kira-kira hampir sama dengan Amazon Glacier dengan kapasitas yang sama,bahkan bisa jadi lebih murah. Masalah kemudahan juga Dropbox memberikan kemudahan dan kenyamanan dalam mengakses data, karena datanya juga tersimpan lokal di device kita, jadi setiap kita buka file tidak perlu download lagi.

Sepertinya memang Dropbox sedang berkompetisi dengan para penyedia layanan penyimpanan cloud dengan para pemain yang lain yang semakin menjamur. Ada mozy, azzure, dll. Walaupun Dropbox sendiri juga menyimpan datanya di fasilitas milik Amazon.

Cuma, saya pikir, masalah utama dari teknologi penyimpanan cloud public seperti Dropbox, Amazon, Mozy, Azzure, dan yang lainnya adalah infrastruktur koneksi internet. Kalau koneksi internet lambat ya manfaat cloud kurang optimal. Mungkin bisa jadi malah menghambat produktifitas karna filenya belum synchronize, atau downloadnya belum selesai.

 

Mencoba Amazon Web Service EC2, S3, dan Glacier

Amazon Web Services
Amazon Web Services

Amazone Web Service (AWS) benar-benar memberikan segala layanan yang dibutuhkan oleh dunia digital sekarang ini. Semua layanan cloud disediakan dengan luar biasa lengkap oleh AWS. Mulai dengan layanan virtual server dengan pilihan berbagai sistem operasi hingga penyimpanan awan atau cloud storage yang besar dan terpercaya.

Semua layanan menawarkan harga yang fleksibel sesuai penggunaan. Jika kita hanya menggunakan sumber daya yang kecil, kita juga akan membayar dengan harga yang kecil juga. Inilah yang membedakan dengan menyewa infrastruktur tersendiri. Kalau kita sewa atau membangun infrastruktur sendiri, kita harus mengeluarkan biaya sebesar harga infrastruktur yang mahal. Kalau kita akan upgrade, investasinya juga sangat mahal.

Dalam kesmpatan ini saya mencoba EC2 sebagai server virtual, Amazon S3 sebagai penyimpanan berbasis awan, dan Amazon Glacier sebagai backup.

Amazon S3 memberikan space yang besar dan fleksibilitas untuk menyimpan dan mengambil. Untuk 100 GB harganya sekitar $39,6 atau sekitar Rp. 450.000,- per tahun. Kira-kira setangah dari biaya Dropbox.

Untuk Amazon Glacier, karena tujuannya untuk backup, jadi didesain untuk tidak sering diakses. Salah satu keuntungannya adalah harganya yang murah. Bayangkan untuk backup dengan kapasitas penyimpanan 100 GB, kita hanya membayar $1  per bulan atau $12 per tahun. Bandingkan dengna layanan dropbox yang harganya $99 per tahun.

Untuk storage ini kalahnya dari dropbox adalah kurang user friendly. Jika digunakan sehari-hari akan lebih mudah memakai dropbox. Sedangkan untuk backup jangka panjang atau beberapa tahun ke depan, kita bisa memakai Amazon S3 atau Amazone Glacier.

Membludaknya Informasi Di Internet

Pada kondisi sekarang ini, informasi sangat banyak sekali. informasi sekarang sangat membludak. tantangan yang terjadi pada zaman sekarang ini bukan lagi kekurangan informasi, tetapi kebanyakan informasi yang beredar. Informasi yang beredarpun bisa jadi informasi yang benar bahkan bisa jadi informasi yang tidak benar. Informasi ini bisa bercampur baur menjadi satu.

Buat informasi yang bercampur antara yang benar dan tidak benar, tantangan kita adalah memfilter mana informasi yang benar dan tidak. salah satu cara adalah saling cross cek dengan sumber informasi yang satu dengan yang lain. karna banyaknya informasi yang beredar, kita bisa mencari berbagai sumber informasi untuk satu jenis informasi yang sama yang kita terima.

Sedangkan untuk informasi yang benar, bukan berarti tidak ada tantangan. Tantangan selanjutnya adalah membuat trend dari informasi tersebut untuk membuat suatu kesimpulan. Selain itu, informasi yang kita olah-pun bisa jadi terus menerus terbarui dari waktu-kewaktu. Bisa jadi kita belum selesai mencerna infomasi yang satu, sudah datang lagi informasi yang lain. jadi kecepatan mengolah ini melawan datangya data yang baru bisa menjadi tantangan tersendiri.

Menurut informasi yang saya cuplik dari computerworld, yang dicuplik dari hasil penelitian di University of Southern California, manusia sudah menyimpan data sebanyak 295.000.000 GB sejak 1986 hingga 2007. Masih dari situs yang sama, para ilmuan juga menyimpulkan bahwa tahun 2002 bisa dianggap sebagai tahun dimulainya era digital (digital age)yang ditandai dengan total kapasitas penyimpanan digital telah melebihi tingkat kapasitas penyimpanan data analog yang ada di seluruh dunia. Tentunya dengan berbagai kondisi yang telah diketahui sebelumnya.

Nah, bagaimana dengan kondisi data dimasa kini dan masa datang?. Saya mendapat infographic yang menarik dari dari blog cisco. Didalam artikel berjudul “The Dawn of The Zettabyte Era [Infographic]” secara umum menjelaskan volume data yang ada sekarang dan yang akan datang. Berikut informasinya:

sumber: http://blogs.cisco.com/news/the-dawn-of-the-zettabyte-era-infographic/
sumber: http://blogs.cisco.com/news/the-dawn-of-the-zettabyte-era-infographic/

Suasana pilpress sekarang ini, dari sudut pandang terentu juga ada nilai positifnya terhadap sikap masyarakat indonesia, terutama masyarakat digital indonesia. Masyarakat menjadi lebih aware untuk bicara berdasarkan data (bukan berarti sebelumnya tidak aware). terlepas dari benar atau tidaknya data yang dipakai sebagai ‘senjata’. ditambah lagi kebiasaan membagikan informasi dari sumber yang kurang bisa kredibel. Di zaman digital ini semua orang bisa membuat konten digitalnya masing-masing termasuk konten dalam blog ini.

Dalam menanggapi survey juga, tampaknya beberapa bagian dari masyarakat kita belum terlalu memperhitungkan metode atau kondisi atau asumsi yang digunakan dalam mengumpulkan dan menyimpulkan kumpulan data. hal ini terlihat dari mati-matiannya mereka dalam membela kesimpulan pengolahan data yang didapat tanpa melihat detail metode dan kondisi yang dipakai dan tingkat kesalahan yang digunakan. belum lagi masalah benar tidaknya pengambilan data yang dilakukan.

sepertinya kedepan, cara memaknai kumpulan data, khususnya data aktifitas sosial akan menjadi peluang dan tantangan tersendiri. generasi kedepan bisa memanfaatkan celah ini untuk berperan dan berkontribusi.

Mencoba “Menyelami” Digital Ocean

DigitalOcean
DigitalOcean

Digital Ocean adalah salah satu layanan komputasi awan yang bisa kita gunakan sebagai virtual private server untuk mengerjakan project-project berbasis web. Keunggulan yang selalu diiklankan besar-besar dimana-mana adalah penggunaan feature SSD di server-server yang digunakan. SSD adalah kependekan dari Solid State Drive, yaitu media penyimpanan seperti Harddisk yang tidak menggunakan piringan seperti HDD. SSD menggunakan chip-chip seperti flashdisk sebagai pengganti piringan sehingga kecepatan akses datanya juga jauh lebih cepat.

Proses setup sangat cepat dan mudah, sesuai dengan yang digembar-gemborkan oleh Digital Ocean dalam video iklannya. Dengan beberapa detik dan langkah, server kita sudah online dengan pilihan sistem operasi yang kita pilih saat setup.

Kesan pertama yang saya dapat adalah kemudahan. Begitu mudahnya mebangun server sendiri tanpa memikirkan infrastruktur fisiknya. Bagi orang yang sudah terbiasa membangun infrastruktur web server akan merasakan mudahnya membuat server virtual untuk menjalankan aplikasi web yang dibangunnya menggunakan layanan dari Digital Ocean ini.

Kalau dari konsep layanan dalam komputasi awan, layanan digital ocean ini sepertinya mencakup semua jenis layanan komputasi awan. Mulai dari IaaS (Infrastrukture as a Service), PaaS (Platform as a Service), hingga SaaS (Software as a Service). Kita mengeluarkan uang sesuai dengan service yang kita gunakan. Hitungannya berdasarkan waktu dan infrastrukture yang kita gunakan. Kita juga bebas membangun server virtual ini menggunakan pilihan Sistem Operasi yang kita inginkan.

Ketika server virtual yang kita bangun sudah jadi (benar-benar sesuai jargonnya yang hanya membutuhkan waktu 55 detik untuk setup server virtual yang baru), kita akan mendapatkan alamat IP address public yang bisa kita gunakan untuk mengaksesnya baik lewat protokol ftp ataupun ssh. Kita benar-benar diberikan server kosongan yang bisa kita install dengan aplikasi-aplikasi server yang kita inginkan.

Sistem reward yang ditawarkan membuat saya teringat dengan sistem reward dari Dropbox. Setiap user yang daftar melalui referensi kita, maka penyedia layanan akan memberikan diskon kepada kita. Begitu juga dengan sistem reward Digital Ocean ini. Bagi yang ingin mencopa menggunakan layanan Digital Ocean, silahkan mendaftar dari referensi saya ini ya… 🙂 https://www.digitalocean.com/?refcode=4af8d92f7403

Semoga makin Semangat dan Produktif dalam berkarya … ! 🙂

 

Topologi Jaringan Komputer dan Teleskop Radio

Saya jadi teringat kembali dengan topologi interferometer teleskop radio yang saya dulu pernah bingung memikirkannya. Sebenarnya sekarang juga masih bingung dengan pengaturan sinyal antar parabola yang digunakan secara bersama untuk mengamati objek yang sama di langit. Karena sinyal dari masing-masing antena harus disinkronkan atau dalam bahasa fisikanya di korelasikan, yang pakai ditransformasi pakai transformasi fourier dan teman-temannya itu.

O iya, saya tadi teringat topologi jaringan teleskop radio sesaat setelah saya membaca topologi jaringan komputer. Masing-masing perlu diberi identitas dan diatur agar bisa saling berkomunikasi. Di titik penghubungnya juga harus diatur kemana arah paket data berjalan. Dibuat sub-sub jaringan agar memudahkan pengatururan dan administrasi.

Desain LOFAR termasuk Irlandia. sumber:http://www.siliconrepublic.com/innovation/item/27211-dermot-desmond-invests-in-r
Desain LOFAR termasuk Irlandia. sumber:http://www.siliconrepublic.com/innovation/item/27211-dermot-desmond-invests-in-r

Eropa juga sedang mengembangkan ratusan hingga ribuan node antena sebagai teleskop radio yang disebar di beberapa negara membentuk pola tertentu. Project teleskop radio ini diberi nama LOFAR atau Low Frequency Array. Mereka menggunakan jaringan ethernet 10 Gigabit untuk menghubungkan antar titik pengamatan dengan pusat pemrosesan sinyal.

Gamabar disamping meunjukkan lokasi titik teleskop LOFAR termasuk Irlandia. Sepertinya Irlandia baru bergabung dengan konsorsium ini. Karna sebelumnya namanya hanya LOFAR. Tapi kalau yang ini jadi i-LOFAR. Indonesia kapan bergabung konsorsium project sains seperti ini ya. hmmm..

Website LOFAR : http://www.lofar.org