Jas Merah, Jangan Pernah Melupakan Sejarah

Sekarang-sekarang ini saya mulai tertarik dengan sejarah. Saya mulai menikmati cerita perjuangan yang dilakukan oleh para pendahulu. Mulai menghayati dan  menangkap kondisi peristiwa yang terjadi pada masa itu. Terutama sejarah pembentukan Indonesia dan tokoh – tokoh yang terlibat di dalamnya. Meminjam istilah Bung Karno yaitu, Jas Merah, Jangan pernah melupakan sejarah.

Kadang saya juga mulai menghubungkan dengan apa yang saya lihat sekarang dan apa yang terjadi pada masa lalu. Misalnya ketika melewati Jalan Sudirman, Jakarta, dan melihat patung Jendral Sudirman, saya jadi teringat dengan perjuangan beliau ketika mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Bergerilya dari hutan ke hutan untuk memukul mundur tentara Belanda saat agresi militer. Bagaimana semangat Beliau dalam menjalankan tugas negara dan militansi Beliau dalam menjalankan misi. Jendral Sudirman yang dulunya seorang guru yang kemudian bergabung menjadi tentara dan mengabdikan diri untuk negara.

Di Gramedia tadi saya menemukan buku sejarah yang cukup menarik, yaitu tentang banjir Jakarta dari masa kerajaan sampai Gubernur Jokowi sekarang. Banjir Jakarta tidak lepas dari sejarah pembentukan Kota Jakarta. Sejak zaman kerajaan Tarumanegara, tahun 1500-an (lupa tanggal pastinya) , ternyata jakarta sudah dilanda banjir. Bukti sejarahnya ada dalam prasasti tugu yang sekarang disimpan di kawasan Kota Tua, Jakarta. Ketika ke Kota Tua dulu, saya tidak begitu menangkap esensi dari prasasti tersebut. Begitu membaca sejarah, saya akhirnya bisa menemukan jalan ceritanya dan bisa menghubungkan objek-objek tersebut,”oooh… ternyata prasasti itu berhubungan dengan banjir toh…”.

Ada satu buku lagi yang tadi pingin saya baca tapi sayangnya masih tersegel semua, belum ada yang terbuka, jadi gak sempet baca. Tapi dari tulisan cover belakang sih tampaknya menarik. Judulnya kalau gak salah inget “Wong Ndeso itu Militan” (agak kurang yakin sih dengan judulnya, maaf kalau salah). Mungkin karna saya juga wong ndeso jadi tertarik untuk membacanya :D. Secara umum, dari tulisan cover belakang, sepertinya berupa tulisan yang akan memberikan motivasi dan semangat. Yaa.., semoga lain waktu ada kesempatan untuk membacanya.

Film: In the Shadow of the Moon

Poster Film In the Shadow of the Moon. copy from wikipedia.org
Poster Film In the Shadow of the Moon. wikipedia.org

Beberapa hari yang lalu baru selesai heboh-heboh soal bulan, biasa menjelang puasa. Hari minggu ini, puasa yang ke-5, saya bongkar-bongkar isi hardisk dan menemukan film dokumenter tentang bulan juga, yang dulu pernah saya simpan dan dulu saya anggap kurang menarik untuk ditonton. Film dokumenter yang berisi orang ngomong (diinterview) dan beberapa cuplikan video kuno, sangat membosankan, saya pikir waktu itu.

Hari ini ketika saya menonton film ini lagi, saya baru menyadari kalau film ini ternyata sangat menarik. Menceritakan usaha manusia dalam menahlukkan bulan, dalam program antariksa oleh Amerika ketika bersaing dalam perang dingin dengan Uni Soviet, yang disebut dengan program Apollo.

Program Apollo dilaksanakan antara tahun 60-an sampai 70-an awal. Apollo 11 berhasil mendaratkan manusia pertama di Bulan dan Apollo 17 merupakan program Apollo yang terakhir.

Yang membuat tambah menarik adalah ketika para astronot yang dulu pernah ikut dalam program Apollo tersebut ikut berbagi cerita dalam film ini. Mereka menceritakan apa yang mereka alami dan mereka rasakan ketika di perjalanan mengarungi kehampaan ruang angkasa ataupun ketika mereka berada di Bulan yang sepi. Cerita yang mereka sampaikan atau film ini secara keseluruhan ikut membawa saya ke suasana waktu itu.

Ada pesan moral positif yang bisa kita ambil sebagai hikmah penjelajahan manusia ke luar angkasa atau eksplorasi luar angkasa. Kita mempelajari luar angkasa, meninggalkan Bumi untuk sementara, bukan berarti kita mengabaikan Bumi, tapi justru dengan hal itu, kita semakin menghargai dan mensyukuri segala hal yang ada di Bumi. Kita semakin sadar bahwa Bumi ini sangat istimewa. Kita tidak perlu kehilangan Bumi agar kita tersadar bahwa Bumi ini sangat berharga. Kita tergerak untuk menjaga Bumi karena kesadaran penuh akan keistimewaan Bumi. Bukan karena undang-undang atau karena hukuman, tetapi rasa dari dalam diri kita sebagai suatu kesadaran untuk menjaga Bumi dari kerusakan yang diakibatkan oleh ulah kita sendiri.

Bahkan ketidaknyamanan iklim di Bumi tidak ada apa-apanya dibanding kondisi ekstrim luar angkasa. Apalagi cuma soal hujan, tidak seharunya kita mengeluh secara berlebihan. Cukup kita beradaptasi dengan cara kita agar bisa survive tinggal di Bumi yang jauh lebih nyaman daripada tempat lain di luar angkasa.  Keberadaan Bumi ini untuk manusia sudah patut untuk disyukuri. Pesan ini terutama untuk saya sendiri agar lebih mudah bersyukur dan bersabar.

Berikut film “In the Shadow of the Moon” bagi yang ingin menonton:

Catatan Khutbah Jumat: Astronomi Mendukung Awal Bulan Puasa Dan Hari Raya Idul Fitri

Saya ingin membahas tentang materi khutbah Jum’at yang disampaikan di Masjid di kompleks gedung Kementerian BUMN beberapa waktu yang lalu sebelum puasa. Apa yang disampaikan, berkaitan dengan persiapan menjelang puasa, sangat menarik. Khotib juga menyampaikan dengan menarik.

Bahasannya sebenarnya ada banyak, tapi ada satu yang saya garisbawahi, yaitu tentang penentuan awal bulan puasa yang sering berbeda selama bertahun-tahun. Khatib menyampaikan tentang metode yang dicontohkan Rasul, yaitu melihat hilal. Ilmu Astronomi tidak bisa digunakan untuk mengganti metode dalam menentukan awal puasa. Astronomi bisa membantu tetapi tidak bisa menggusur metode yang dicontohkan Rasulullah tersebut.

Seperti yang disampaikan para Pakar, perhitungan astronomi tentang posisi benda langit sekarang ini bisa sangat akurat dan bisa menghitung sampai beberapa tahun kedepan maupun kebelakang.

Lalu kenapa kita tidak menggunakan perhitungan saja dalam menentukan awal puasa?. Masalahnya adalah apakah menurut agama diperbolehkan. Para ulama lebih paham dalam masalah ini. Dan sidang isbat sudah mewadahi para ulama dalam memberikan pandangan kepada ulil amri.

Di era kecanggihan teknologi, melihat bulan sabit tipis tidak harus menunggu matahari terbenam, artinya dari situ kita sebenarnya sudah bisa mengetahui posisi bulan sabit tersebut tidak hanya dari perhitungan tapi juga konfirmasi pengamatan. Tapi kita kembalikan lagi kepada para ulama dan ulil amri yang lebih tahu. Perhitungan astronomi dan pengamatan astronomi hanya memberikan data akurat yang bisa diferivikasi sebagai masukan dan bahan pertimbangan.

Bagaimana dengan perbedaan awal Romadlon atau Syawal yang sering berbeda?. Kebanyakan orang yang saya temui menyampaikan karena yang satu hisab (perhitungan) yang satu ru’yat.

Baik hisab maupun ru’yat, dua-duanya menggunakan perhitungan. Ru’yat memerlukan perhitungan untuk melokalisir posisi hilal (bulan sabit tipis) sebelum di-ru’yat. Perhitungan ini digunakan untuk menentukan posisi target ru’yat agar tidak membabi-buta dalam mengarahkan pandangan atau teropong.

Seperti yang sering disampaikan para ahli terkait, termasuk para kolega dari astronomi, masalah utamanya ada pada kriteria. Kriteria yang satu menyebutkan kalau sudah puasa ketika bulan sabit tipis tersebut memiliki ketinggian diatas 0 walaupun tidak mungkin bisa dilihat, sementara kriteria yang kedua mensyaratkan kalau bulan sabit tersebut memiliki ketinggian tertentu dimana bulan sabit tersebut kira-kira bisa dilihat atau memungkinkan untuk dilihat. Selama kriterianya berbeda, selama itu pula kemungkinan perbedaan akan terus berlangsung.

Semoga kedepan, kriteria ini bisa disepakati bersama dan bisa memberikan kebersamaan dalam mengawali puasa dan hari raya idul fitri. Semoga ijtihad para Ulama dan Umaro’ mendapat Berkah dan Rahmat dari Allah SWT.

Wallahua’lam…!

———————————-
Jakrata, Jum’at, 20130712
Ubuntu 12.04 LTS, ThinkPadx200si with Samsung SSD

Great Experience of Solid State Drive (SSD)

Akhirnya, setelah sekian lama, saya berkesempatan untuk upgrade harddisk ThinkPad x200s saya menjadi Solid State Drive (SSD). Sudah lama saya memimpikan untuk upgrade ke SSD ini. Ada keunggulan yang jauh lebih besar yang ditawarkan oleh SSD.

Gampangnya SSD adalah suatu sistem penyimpanan seperti HDD konvensional tetapi tidak memiliki piringan sebagai media penyimpanannya. SSD menggunakan chip-chip semikonduktor untuk menyimpan data seperti halnya dalam FDD atau Flash Memory. Dengan tidak adanya piringan yang bergerak, SSD memiliki berbagai keunggulan.

Sampai sekarang saya masih excited dengan peningkatan performa dalam kecepatan akses, kecepatan booting dan shutdown, kecepatan buka tutup aplikasi dan it’s feel great. Sebagai gambaran, dalam tes kecepatan booting dan shotdown, saya menggunakan ubuntu, biasanya ketika loading startup waktu booting ada looping yang sambil memunculkan logo ubuntu membutuhkan waktu 10 kali looping dengan waktu beberapa belas detik, dengan ssd cukup seper sekian detik. Ketika membuka aplikasi, saya mencoba buka berbagai jenis office dan explorer beberapa window cukup dengan beberapa detik saja sudah tebuka semua hampir tanpa merasakan loading.

Gambaran secara visualnya sudah banyak tersedia di Youtube, salah satunya video dibawah ini:

 

Mencari Passion dan Purpose of Life

Sampai saat ini terus terang saya masih mencari apa passion saya, apa purpose saya. Apa yang saya harapkan dan apa yang saya lakukan dalam 3, 5, 10 tahun mendatang.  Apa values diri saya terhadap lingkungan dan alam semesta ini. Apa peran yang bisa saya berikan. Apa yang saya harapkan ada di benak orang-orang ketika mereka mendengar nama saya atau ketika nana saya tertulis. Memang ada beberapa yang telah dan tengah saya kerjakan sekarang dan menurut saya itu sangat menyenangkan. Ada beberapa yang saya kerjakan dengan sukarela. Tapi apakah itu passion saya, apa itu purpose saya, apakah saya siap dan sanggup menjalaninya. Itu yang sedang saya cari jawabannya hingga sekarang.

Di tengah-tengah bukunya Life Story not Job Title, Darwis Silalahi menuliskan pentingnya menjaga purpose. Saya baca buku tersebut tidak runut dari depan ke belakang per halaman. Kalau saya melakukannya biasanya hanya di awal dan berhenti tidak selesai karena saya cepat bosan. Saya biasanya baca sekenanya, saya buka secara random, sekenanya halaman, baru menentukan dimana awal pembahasannya. Dalam menjaga purpose, dalam buku tersebut, saya simpulkan bisa dilakukan dengan melakukan sesuatu yang tidak biasanya. Bisa melakukan sesuatu diluar rutinitas kita. Melakukan sesuatu yang walaupun dengan tujuan sama tapi dengan cara yang berbeda. Sejenak keluar dari kenyamanan metode yang biasa dilakukan. Supaya kita tidak terbawa arus lingkungan dan tetap pada purpose kita.

Lalu, apa purpose saya. Saya terhenyak (kosakata ini bener gak ya) ketika membaca buku tersebut karena contoh menjaga purpose yang dituliskan sama dengan apa yang saya lakukan beberapa kali yang lalu. Padahal saya sedang mencari purpose saya. Atau mungkin sebenarnya saya sudah menemukan purpose saya hanya saya enggan atau takut meninggalkan zona nyaman (apa saya punya zona nyaman) atau belum menyadari tentang purpose dan passion saya.hmm…

Petang tadi ketika saya jalan kaki menyusuri Jl. H.R Rasuna Said dari arah Jl. Dr. Satrio, kuningan, saya terfikir, mungkin passion saya di Instrumentasi, System, Integrasi, dan luar angkasa. Mungkin sains dan teknologi masuk disini. Tapi saya tidak suka mendetail. Saya hanya kurang suka terkungkung dalam satu hal. Tapi saya pengen menjadi pakar, pengen menjadi ahli, berarti harus fokus. lha trus…

Anyway, yang penting sekarang terus bergerak. Sebagai seorang muslim kita pasti mengembalikan semuanya kepada Sang Khalik. Ujung purpose hidup manusia, sebagai makhluk, sebagai hamba, adalah akhirat. Yang kita bicarakan ini adalah perjalanan menuju akhirat tersebut. Nabi sendiri dalam hadisnya bersabda yang intinya adalah bahwa bekerjalah seakan hidup selamanya dan beribadahlah seakan mati besok. Dengan niat yang benar, bekerja juga merupakan ibadah. Dengan purpose kita juga menyadari keberadaan tugas kita sebagai khalifah di muka bumi.

Pada akhirnya tulisan ini juga tidak menjawab pertanyaan saya sendiri. Bisa jadi jawabannya nanti muncul dari menyambungkan dan ringkasan tulisan-tulisan sebelumnya. Seperti connecting the dot – nya Steve Job. Yang penting terus bergerak dan bersemangat. Kata Steve Job, always be foolish and be hungry…

Jakarta,20130630