Nyari-nyari tentang NAMAs, akhirnya ketemu websitenya “Sustainable Urban Development Forum Indonesia” yang kemudian saya seimpan dan upload di sini untuk saya baca-baca nanti. namasdnpi
Posisi indonesia disini kalau dipikir-pikir kayak posisi saya waktu main volly waktu kelas MI (SD), posisi “babaelon”, yaitu posisi dimana orang itu ikut dalam permainan tapi kalau mencetak skor atau salah, tidak berpengaruh atau tidak diperhitungkan. Dalam bahasa halusnya tidak diwajibkan, tapi kalau mau ikut ya silahkan. Jadi hukumya “sunah”, gak dilakukan boleh, dilakukan dapat pahala.
Sebenarnya kejadiannya sudah dua tahun yang lalu (kalender islam). Tepat pada hari yang sama pada kalender islam dan bertepatan pula dengan libur Maulid Nabi Muhammad SAW. Akibat kejadian yang langka ini, saya semakin percaya diri menjelaskan ke smua orang apa lagi kepada tim penguji, pembimbing, staff Observatorium Bosscha, Mahasiswa Astronomi, dan semua yang terkait.
Fenomena apa itu?
Ceritanya berawal ketika saya sedang mengerjakan skripsi atau kalau di ITB biasa disebut TA (Tugas Akhir). Tugas akhir saya lebih cenderung ke instrumentasi. Instrumentasi menjadi hal yang saya minati karena mungkin memang bawaan lahir saya menyukai mesin atau peralatan, walaupun kuliah saya di bidang sains. Waktu kecil, kira-kira umuran TK, atau malah belum sekolah saya agak lupa, ketika diajak orang tua atau tetangga pergi ke hajatan kondangan di kampung, saya selalu merengek untuk melihat diesel atau genset yang digunakan untuk menyuplay listrik. Diesel gensetnya tidak sebagus yang tertutup semuanya berbentuk kotak persegi seperti yang digunakan sekarang ini, tetapi diesel umum, ada roda-roda dan tali yang menghubungkan untuk memutar generator. Apa yang saya lakukan disana? duduk manis diam saja melihat roda-roda itu berputar dan terpesona dengan suara dan lampu yang bisa nyala dari diesel itu. Bahkan saya tidak peduli dengan hajatan yang diselenggarakan, makanannya dan orang-orang yang hadir. Lagi pula saya tidak suka daging. Kata nenek, saya akan nangis dan tidak akan diam sebelum melihat genset itu.:D.
Oke, kembali ke tugas akhir, ya jadi tugas akhir saya adalah Pengembangan Teleskop Radio dan Interferometer Radio JOVE di Observatorium Bosscha *wiihhh masih apal euy…:D. Misi saya adalah mengimplementasikan teleskop radio JOVE dan mengembangkannya menjadi interferometer untuk dipasang sebagai alat pengamatan benda langit dalam panjang gelombang radio dengan frekuensi 20,1 MHz di Observatorium Bosscha. Teleskop Radio JOVE sendiri sudah lama dikembangkan oleh beberapa orang dari NASA Goddard Space Flight Center sebagai project untuk tingkat sekolah maupun umum. Saya tertarik dan saya melihat kalau project ini feasible untuk dilakukan di Observatorium Bosscha. Kebetulan Dosen pembimbing saya, Dr. Taufiq Hidayat, juga memiliki keinginan atau rencana yang sama dalam mengembangkan teleskop radio atau observatorium multiwavelength di Observatorium Bosscha atau Indonesia pada umumnya. Kebetulan juga waktu itu Pak Taufiq juga sedang menjabat sebagai kepala Observatorium Bosscha. Untungnya lagi setelah kepala Bosscha diganti oleh Pak Hakim ( Dr. Hakim L. Malasan), Teleskop radio JOVE masih didukung dengan beberapa support yang diberikan pada masa pengembangannya. Ini semua adalah keberuntungan yang pertama.
Keberuntungan kedua yaitu ketika saya hendak melakukan percobaan alat penerima setelah diganti yang baru karena yang lama dinilai rusak. Pada waktu itu saya sebernarnya tidak berencana untuk ke Bosscha karna memang saya sedang tidak ada jadwal penting untuk ke Bosscha seperti menerima kunjungan atau hal lain dan memang sedang libur Maulid Nabi, tapi saya akhirnya ke Bosscha juga. Sesampai di Bosscha saya tidak langsung melakukan percobaan, tetapi keliling dulu sambil menikmati udara sejuk pegunungan lembang tempat Observatorium Bosscha berada.Pada saat berkeliling, saya sempat bertemu dengan Pak Muji (Dr. Moedji Raharto) dan sempat ngobrol banyak tentang hilal, tentang Bosscha, sampai pengalaman beliau di Jepang.
Saya masuk ke ruang radio dan mulai melakukan serangkaian proses untuk melakukan testing dan pengamatan sinyal radio dari matahari. Dimulai dengan mengukur nilai tegangan power supply untuk sumber noise buatan (sumber noise buatan untuk kalibrasi penerima gelombang radio), pasang soundcard sebagai Analog-to-Digital Converter, malkukan kalibrasi sistem, dan akhirnya standby dalam pengamatan radio, dan memantau pergerakan sinyal yang diterima. O iya, cuaca waktu itu mendung cukup tebal merata disegala arah.
Ketika memonitor suara dari speaker sambil melakukan hal yang lain, karena memang kita bisa memantau sinyal radio disini menggunakan speaker, saya mendengar suara yang sangat khas. Ya, suara ini adalah suara karakter semburan radio dari matahari yang tidak bisa diperediksi itu. Saya langsung bangun dan memperhatikan monitor. Begitu tegangnya saya waktu itu karena bisa jadi ini adalah semburan terbaik yang bisa dideteksi dengan keyakinan sampai 100%. Saya langsung rekam suaranya dan langsung capture grafik sinyal yang ditampilkan di monitor. Saya langsung cek dengan berita dari spaceweather.com dan dengan situs cuaca antariksa yang lain. Saya langsung konfirmasi ke Pak Taufiq mengenai fenomena ini. Pak Dhani (Dr. Dhani Herdiwidjaya) yang juga seorang peneliti matahari ketika saya konfimasi langsung menyarankan untuk cek ke situs pemantauan X-Ray matahari menggunakan satelit untuk cross-check. Dan memang dipasetikan ada semburan matahari pada selang menit tersebut. Intensitasnya cukup tinggi, bahkan yang tertinggi pertama sejak beberapa tahun terakhir. Kejadiannya sekitar jam 12.00 siang WIB.
Fenomena inilah yang menjadi keberuntungan saya yang kedua. Ketika semua peralatan tengah diuji coba, semua telah selesai di persiapkan dan kalibrasi, telah siap dan sedang melakukan pengamatan, semburan radio dari matahari muncul dan terdeteksi. Padahal semburan ini sulit untuk diprediski dan kejadiaanya cuma beberapa menit.
Setelah kejadian itu, saya bisa merasakan rasa syukur yang dalam kepada Allah SWT. yang telah Menuntun untuk melakukan semua kegiatan pada hari itu dan saya merasa semua telah Direncanakan semuanya… Alhamdulillah… segala Puji Bagi Allah SWT Tuhan seluruh alam semesta…
“Ibadah sholat itu jangan dilihat dari bentuknya, tapi lihatlah Siapa Yang Memerintahkannya” – dikutip dari pengajian Al-Hikam oleh KH. Imron Jamil, Jombang
Salah satu bukti bahwa Al-Qur’an adalah kitab suci sebagai pedoman hidup. Fenomena ini telah disebut dalam Al-Qur’an 15 abad yang lalu, sementara ilmu pengetahuan modern baru mengungkapnya secara ilmiah pada abad ke-20. Berikut sebuah tulisan tentang fenomena alam yang telah disebut dalam Al-Qur’an. Semoga bisa menambah kepercayaan kita kepada Al-Qur’an (Rukun iman ke-3, Iman kepada kitab suci Al-Qur’an).
Udah beberapa kali mau nulis sesuatu gak jadi jadi… Biasanya karna tulisan yang mau ditulis itu memerlukan referensi yang harus dibaca dulu. Kalau nulis macam gini kan asal nulis aja apa yang ada di kepala.
Ada beberapa topik yang akan aku tulis tapi tertunda mulu, sampai udah basi. Diantaranya adalah waktu tahun 2011 kan pertama kali saya naik pesawat, nah saya pingin nulis pengalaman naik pesawat pertama, dimana setelah naik pertama itu, saya langsung diminta atau ada pekerjaan yang mengharuskan naik pesawat sampai tiga kali bolak-balik dalam satu bulan, yaitu pas bulan ramadhan. Jaraknyapun lumayan jauh, sampai ke luar pulau dan itu pertama kali saya ke luar pulau. Tapi gak jadi ditulis, sebenarnya ini gak perlu referensi sih…
Kedua mau nulis tentang Astronomy and Climate Change. Nah, karna background study formal saya di astronomy dan sekarang bekerja di bidang Climate Change, jadi saya pengen nulis tentang tema ini. Sudah ada yang pernah nulis tentang ini dan di publish di media yang cukup terkenal, dan memang astronomy itu ya mempelajari alam semesta dalam sistem yang lebih luas dimana bumi, yang menjadi obyek kajian dalam climate change yang lagi hangat, adalah bagian dari sistem alam semesta itu sendiri. Ini juga belum rampung dan belum jadi ditulis, karena baca referensinya aja masih kurang.