Saya kadang menemukan ide-ide untuk membuat start-up atau bisnis. Ide ini kadang muncul begitu saja ketika merenung. Atau kadang muncul ketika menemukan suatu masalah dan kepikiran untuk membuat solusinya. Ada juga kadang inspirasi membuat usaha karena terinspirasi dari cerita orang tentang suatu hal.
Ide-ide tentang bisnis ini muncul dan bertahan lama, kadang hilang atau mengendap begitu saja. Bisa juga tergantikan dengan ide baru yang muncul. Nah akhirnya bingung, mana yang mau dilakukan dan akhirnya gak ada yang dilakukan sama sekali.
Hari ini saya menemukan atau lebih tepatnya nyasar ke sebuah video tentang bisnis plan. Kenapa bisnis plan, karena kita bisa mem-break-down ide kita menjadi langkah-langkah apa yang diperlukan untuk mengeksekusi ide kita. Setidaknya bisnis plan ini apa yang diperlukan pertama kali.
Di bisnis plan ini kita mengidentifikasi mulai visi, tujuan, tantangan, resource yang kita punya, resiko, dan langkah-langkah lain.
Dengan bisnis plan ini kita jadi lebih terarah dan terukur. Kita juga lebih mudah untuk cerita ke orang lain yang siapa tau calon investor yang mau mendanai ide bisnis kita.
Berawal dari berselancar tidak tentu arah di internet, secara tidak sengaja, saya menemukan lagu-lagu lama yang seakan familiar di telinga saya. Lagu-lagu ini kalau dilihat tahunnya kira-kira bertepatan dengan masa-masa saya sekolah Madrasah Ibtidaiyah hingga Madrasah Tsanawiyah.
Zaman itu saya hanya mendengar di radio, di tv, dan kadang terdengar di jalanan. Saya tidak tau judul dan penyanyinya. Kasetpun juga tidak punya. Bahkan judul dan penyanyinya saja tidak tahu. Zaman itu tidak kepikiran untuk mencari hal-hal seperti ini. Hidup di kampung yang dipikirin ya gimana sekolah, disuruh tidur siang, curi-curi waktu keluyuran di kebon, ladang dan lainnya.
Begitu mendengar lagu-lagu jadul ini, saya jadi teringat masa-masa jadul itu. Saya merasa seakan pikiran kembali ke kebon-kebon, ladang tebu, dan keluyuran dibawah pohon trembesi atau berasa di suasana pulang sekolah MI/SD sambil makan siang sayur bayam. Masa-masa kecil yang sangat berkesan hehe
Beberapa lagu yang akhirnya saya temukan lagi di jagat internet seperti:
Polusi cahaya adalah masalah utama yang dihadapi semua astronom di seluruh dunia. Cahaya-cahaya berlebih dari lampu-lampu buatan yang menerangi langit menjadikan bintang-bintang yang aslinya sudah redup semakin kalah dengan cahaya dari lampu buatan.
Dalam kaitannya dengan perubahan iklim, ada aktifitas yang menjadi aksi mitigasi perubahan iklim, yaitu green energy. Energi hijau atau pemanfaatan energi dari sumber ramah lingkungan dan dengan cara peningkatan efisiensi, secara tidak langsung juga mendukung penurunan polusi cahaya.
Lalu, pada bagian mananya yang menguntungkan pengurangan polusi cahaya?.
Jawabannya adalah bagian efisiensi.
Efisiensi energi dalam penggunaan lampu jalan, lampu pekarangan rumah, dan lampu papan reklame sangat berpengaruh besar dalam mengurangi polusi cahaya. Penggunaan lampu yang tepat waktu, Tepat Guna dan tepat arah juga sangat mempengaruhi efisiensi dalam penggunaan energi.
Tepat Waktu artinya lampu-lampu tersebut dinyalakan atau dioperasikan pada saat-saat yang memang dibutuhkan saja. Penggunaan lampu luar ruangan semalaman tentu akan membuang-buang energi dan tidak efisien. Seperti cerita teman yang pernah tinggal di Melbourne, disana kalau malam jarang ada lampu rumah di luar yang nyala. Lampu-lampunya sudah otomatis. Ketika tidak ada aktifitas orang, maka lampu otomatis akan mati.
Tepat Guna memberikan efisiensi penggunaan energi yang disesuaikan dengan kebutuhan pencahayaan. Jalan yang kecil tentu saja tidak perlu diberikan lampu besar dengan daya yang besar pula.
Tepat Arah artinya arah pencahayaan disesuaikan dengan tempat yang benar-benar membutuhkan cahaya. Lampu jalan tentu tidak akan gunanya jika menggunakan lampu bulat yang sebagian besar cahayanya terbuang keatas. Yang paling bagus adalah semua cahaya diarahkan kebawah kearah tanah, tidak ke muka orang atau malah ke langit.
Penggunaan energi yang efisien tentu akan meringankan kerja pembangkit listrik yang akan berpengaruh pula terhadap penghematan atau penurunan emisi CO2 yang merupakan salah satu gas pembentuk gas rumah kaca. Efisiensi dengan cara ini juga bisa mengurangi polusi cahaya.
Saya mungkin sudah lebih dari sepuluh kali nonton film dokumenter ini. Film dokumenter dari BBC yang menceritakan perlombaan antara Uni Soviet dan Amerika dalam menakhlukkan luar angkasa. Perlombaan untuk menunjukkan kepada dunia siapa yang paling berkuasa atau siapa yang paling adi daya. Saat itulah kemudian disebut perang dingin antara kedua negara tersebut, karena sebenarnya mereka bukan musuhan. Hanya saja diam-diam ingin lebih unggul dan tidak terasa saling mencurigai satu sama lain.
Yang membuat saya menonton berkali-kali film ini adalah karena kegigihan tokoh yang diceritakan dalam film ini, ikut memberikan semangat dan inspirasi untuk terus maju dan gigih dalam mengejar cita-cita atau mimpi. Ada dua tokoh utama yang sangat menonjol disorot dalam film ini, yaitu Wernher Von Braun dan Sergei Korolev. Beliau berdua mewakili masing-masing negara adi kuasa tersebut.
Beberapa hari ini saya kembali nonton karena Von Braun tidak sengaja disebut dalam buku “Habibie dan Ainun” yang saya baca. Dalam buku itu Pak Habibie bercerita pernah kerja bareng dengan Engineer yang dulu pernah bekerja dengan Von Braun membangun roket V2 di Penemunde saat Perang Dunia II. Saya akhirnya mencari di Youtube dan menemukan full film dengan total empat episode.
Sebenarnya film ini sudah menjadi salah satu diantara koleksi dokumenter saya di harddisk, tapi entah kenapa dulu kok tiba-tiba hilang. Tapi gak apa-apa, yang penting sudah ketemu penggantinya.
Episode one: Race For Rockets (1944–1949)
We see the results of Wernher von Braun’s work on the V-2 for the Nazis at Mittelwerk and Peenemünde, and his final activities within Germany during the last years of the Second World War, as both American and Soviet forces race to capture German rocket technology. When the Americans gain the upper hand by recovering von Braun and most of his senior staff, along with all their technical documents and much other materiel, we see Sergei Korolev’s release from the Gulag to act as the Soviets’ rocketry expert alongside former colleague Valentin Glushko, and how he is set to work bringing Soviet rocket technology up to date with that of von Braun, working with what material and personnel are left after von Braun’s escape to the US. (wikipedia.org)
Episode two: Race For Satellites (1953–1958)
As the Cold War intensifies, Korolev is asked to build a rocket capable of carrying a five-ton warhead to America – he designs and constructs the R-7 Semyorka, the first ICBM, and is later allowed to use it to launch the first satellite, Sputnik 1, quickly following up with the rushed Sputnik 2. Meanwhile, von Braun struggles to persuade the US government to allow him to launch his own satellite – after Sputnik’s launch and the failure of the US Navy to launch a Vanguard satellite, he is finally allowed to launch the first American satellite, Explorer 1. Korolev announces that the Americans have evened the score and that they are in a space race which they intend to win. At the end of the episode we see the silhouettes of two men walking down a corridor, one appears to be in a space-suit. This could be Yuri Gagarin. (wikipedia.org)
Episode three: Race For Survival (1959–1961)
Both the Americans and Soviets are planning manned space flight, and we see both sides preparing to do so with the development of the Vostok programme (USSR) and Project Mercury (USA). As well as basic details about the capsules and their delivery vehicles, we also see some of the selection and training of the Russian cosmonauts, and rather less of that of their counterparts in the US. After difficulties and failures on both sides, including a side story about a catastrophic failure of one of the first Russian ballistic missiles, the Soviets succeed in putting Yuri Gagarin into space first, with the Americans putting Alan Shepard up shortly afterwards.(wikipedia.org)
Episode four: Race For The Moon (1964–1969)
Both sides now plan to put a man on the Moon – the Americans pull ahead in the space race with Project Gemini, but then suffer a disaster with the Apollo 1 fire. Meanwhile, despite a few notable successes such as the first space walk by Alexei Leonov, the Soviet space programme struggles to keep up amid internal strife. Glushko and Korolev permanently fall out in an argument about fuel; Korolev turns to Nikolai Kuznetsov to develop engines instead. Kuznetsov delivers the NK-33, very efficient but much less powerful than the Americans’ F-1. The Soviet program suffers further blows when Korolev dies during surgery, Gagarin dies in a jet crash, Soyuz 1 crashes and kills Vladimir Komarov, and the prototype booster for the moon shot, the N-1 rocket, fails to successfully launch. In America, von Braun has continuing difficulties with the Saturn V, especially combustion instability in the large F-1 engine, but these are ultimately overcome almost by brute force at great expense, and the rocket successfully launches the first manned lunar mission, Apollo 8, and the first manned lunar landing, Apollo 11. The final episode finishes with brief textual summaries of the remaining careers of the various people involved.(wikipedia.org)
Wernher Von Braun, Sergei Korolev, dan Pak Habibie adalah beberapa dari orang-orang yang menjadi idola saya. Semoga hasil karya-karya beliau menjadi inspirasi bagi generasi selanjutnya dan menjadi alat untuk mengenal dan menjaga alam di sekitar kita serta untuk kedamaian tentunya.
Beberapa hari yang lalu baru selesai heboh-heboh soal bulan, biasa menjelang puasa. Hari minggu ini, puasa yang ke-5, saya bongkar-bongkar isi hardisk dan menemukan film dokumenter tentang bulan juga, yang dulu pernah saya simpan dan dulu saya anggap kurang menarik untuk ditonton. Film dokumenter yang berisi orang ngomong (diinterview) dan beberapa cuplikan video kuno, sangat membosankan, saya pikir waktu itu.
Hari ini ketika saya menonton film ini lagi, saya baru menyadari kalau film ini ternyata sangat menarik. Menceritakan usaha manusia dalam menahlukkan bulan, dalam program antariksa oleh Amerika ketika bersaing dalam perang dingin dengan Uni Soviet, yang disebut dengan program Apollo.
Program Apollo dilaksanakan antara tahun 60-an sampai 70-an awal. Apollo 11 berhasil mendaratkan manusia pertama di Bulan dan Apollo 17 merupakan program Apollo yang terakhir.
Yang membuat tambah menarik adalah ketika para astronot yang dulu pernah ikut dalam program Apollo tersebut ikut berbagi cerita dalam film ini. Mereka menceritakan apa yang mereka alami dan mereka rasakan ketika di perjalanan mengarungi kehampaan ruang angkasa ataupun ketika mereka berada di Bulan yang sepi. Cerita yang mereka sampaikan atau film ini secara keseluruhan ikut membawa saya ke suasana waktu itu.
Ada pesan moral positif yang bisa kita ambil sebagai hikmah penjelajahan manusia ke luar angkasa atau eksplorasi luar angkasa. Kita mempelajari luar angkasa, meninggalkan Bumi untuk sementara, bukan berarti kita mengabaikan Bumi, tapi justru dengan hal itu, kita semakin menghargai dan mensyukuri segala hal yang ada di Bumi. Kita semakin sadar bahwa Bumi ini sangat istimewa. Kita tidak perlu kehilangan Bumi agar kita tersadar bahwa Bumi ini sangat berharga. Kita tergerak untuk menjaga Bumi karena kesadaran penuh akan keistimewaan Bumi. Bukan karena undang-undang atau karena hukuman, tetapi rasa dari dalam diri kita sebagai suatu kesadaran untuk menjaga Bumi dari kerusakan yang diakibatkan oleh ulah kita sendiri.
Bahkan ketidaknyamanan iklim di Bumi tidak ada apa-apanya dibanding kondisi ekstrim luar angkasa. Apalagi cuma soal hujan, tidak seharunya kita mengeluh secara berlebihan. Cukup kita beradaptasi dengan cara kita agar bisa survive tinggal di Bumi yang jauh lebih nyaman daripada tempat lain di luar angkasa. Keberadaan Bumi ini untuk manusia sudah patut untuk disyukuri. Pesan ini terutama untuk saya sendiri agar lebih mudah bersyukur dan bersabar.
Berikut film “In the Shadow of the Moon” bagi yang ingin menonton: