Presentasi Menarik dari Dr. George Djorgovski: Big Data Science in the 21st Century: Lessons and Experiences from Astronomy

Ada presentasi menarik yang disampaikan oleh Dr. George Djorgovski dari Caltech tentang fenomena Big Data yang juga terjadi di Astronomi. Bagaimana tantangan yang dihadapi oleh astronom sekarang, terutama di negara maju yang memiliki fasilitas instrument yang lengkap. Dengan fasilitas instrument itu, data dengan cepat dan besar diproduksi secara massive sehingga kita menjadi kelimpungan menganalisis data yang datang begitu cepat dan besar tanpa sempat menganalisis data yang sudah ada.

Kalau dulu orang yang punya data bisa mengerjakan pekerjaan science, sekarang data begitu membludak dan sebagian besar tersedia secara gratis di internet. Karna banyaknya data tersebut, para ilmuan membagi data tersebut di internet agar orang juga bisa ikut membantu menganalisis. Banyak pekerjaan Tugas Akhir atau Skripsi mahasiswa Astronomi yang melakukan analisis terhadap data-data dari instrument luar yang memang sangat banyak sekali tersedia.

Yang menarik bagi saya adalah tentang fenomena membludaknya data ini dan perubahan paradigma pendekatan sains dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang ilmu dasar. Kalau dulu orang menjawab pertanyaan-pertanyaan sains dengan Experiment dan Theory, sekarang sudah muncul Pendekatan Komputasi atau simulasi, dan kemudian muncul lagi pendekatan Data atau Data Driven Paradigm (menurut presentasi ini). Pendekatan data ini secara garis  besar ingin menemukan pengetahuan baru dari sekumpulan data yang tersedia atau dalam bahasa lain yaitu Knowledge Discovery on Data (KDD).

Berikut video secara lengkap Presentasi Dr. George Djorgovski

Kenapa Kita tidak Ke Bulan Lagi?

Katanya manusia sudah pernah berhasil mendarat di Bulan. Kalau Benar kenapa kita tidak ke Bulan lagi?.

Pertanyaan itu mungkin sering kita dengar oleh orang-orang di sekeliling kita. Setidaknya saya beberapa kali menerima pertanyaan tersebut.

Jawaban yang sederhana adalah karena alasan “Dana”

Ya, dana adalah alasan utama dan sangat masuk akal selain alasan politik atau alasan – alasan yang lain.

Pada saat itu memang dua blok barat (AS) dan blok timur(Soviet) sedang gencar menyebarkan pengaruh, propaganda, dan unjuk kekuatan satu sama lain yang berbentuk perang dingin. Muara utamanya adalah penakhlukan luar angkasa.

Segala sumber daya kedua negara berfokus pada penakhlukan luar angkasa, mana yang paling kuat. Segala upaya dikerahkan untuk mendukung hal itu, sehingga kekuatan politik, ekonomi, dan pengetahuan negara dikerahkan.

Pergi ke Bulan adalah perjalanan yang sangat mahal, bahkan untuk sekelas negara. Saya kutipkan dari wikipedia tentang Cost program Apollo yang mengantarkan manusia ke Bulan:

The final cost of project Apollo was reported to Congress as $25.4 billion in 1973.[82] It took up the majority of NASA’s budget while it was being developed. For example, in 1966 it accounted for about 60 percent of NASA’s total $5.2 billion budget.[83] A single Saturn V launch in 1969 cost up to $375 million, compared to the National Science Foundation‘s fiscal year 1970 budget of $440 million – wikipedia(program cost)

Dari kutipan diatas bisa kita lihat untuk peluncuran satu roket Saturn V saja membutuhkan dana yang hampir sama dengan budget salah satu lembaga national, apalagi untuk beberapa kali peluncuran atau percobaan peluncuran. Dan dana tersebut habis dalam beberapa detik untuk dibakar.

Para pengambil kebijakan dan pemerintah AS sangat masuk akal jika tidak menjalankan program itu lagi setelah perang dingin selesai karna prioritas programnya juga berbeda, apalagi menggunakan anggaran belanja negara.

Topologi Jaringan Komputer dan Teleskop Radio

Saya jadi teringat kembali dengan topologi interferometer teleskop radio yang saya dulu pernah bingung memikirkannya. Sebenarnya sekarang juga masih bingung dengan pengaturan sinyal antar parabola yang digunakan secara bersama untuk mengamati objek yang sama di langit. Karena sinyal dari masing-masing antena harus disinkronkan atau dalam bahasa fisikanya di korelasikan, yang pakai ditransformasi pakai transformasi fourier dan teman-temannya itu.

O iya, saya tadi teringat topologi jaringan teleskop radio sesaat setelah saya membaca topologi jaringan komputer. Masing-masing perlu diberi identitas dan diatur agar bisa saling berkomunikasi. Di titik penghubungnya juga harus diatur kemana arah paket data berjalan. Dibuat sub-sub jaringan agar memudahkan pengatururan dan administrasi.

Desain LOFAR termasuk Irlandia. sumber:http://www.siliconrepublic.com/innovation/item/27211-dermot-desmond-invests-in-r
Desain LOFAR termasuk Irlandia. sumber:http://www.siliconrepublic.com/innovation/item/27211-dermot-desmond-invests-in-r

Eropa juga sedang mengembangkan ratusan hingga ribuan node antena sebagai teleskop radio yang disebar di beberapa negara membentuk pola tertentu. Project teleskop radio ini diberi nama LOFAR atau Low Frequency Array. Mereka menggunakan jaringan ethernet 10 Gigabit untuk menghubungkan antar titik pengamatan dengan pusat pemrosesan sinyal.

Gamabar disamping meunjukkan lokasi titik teleskop LOFAR termasuk Irlandia. Sepertinya Irlandia baru bergabung dengan konsorsium ini. Karna sebelumnya namanya hanya LOFAR. Tapi kalau yang ini jadi i-LOFAR. Indonesia kapan bergabung konsorsium project sains seperti ini ya. hmmm..

Website LOFAR : http://www.lofar.org

Memasang Squid Proxy di Ubuntu 12.04

Sejak jumat minggu lalu, saya dilanda penasaran dengan gagalnya squid3, yaitu web proxy yang tidak berjalan dengan semestinya di server yang baru saja saya install. Beberapa panduan sudah saya ikuti tetapi belum memberikan hasil yang memuaskan. Experimen ini saya lakukan untuk mencoba feature caching web oleh squid3 dan untuk mengatur dan memonitor informasi yang masuk ke dalam jaringan.

Saya coba membuat cache proxy di server tersendiri setelah sebelumnya saya coba web proxy internal yang merupakan fasilitas dari mikrotik. Di mikrotik sendiri awalnya tidak mau men-cache website yang sudah dibuka. Masalah yang saya hadapi terselesaikan setelah saya buat sendiri storage disk yang ada di system. Jadi storage disk yang digunakan tidak memakai storage disk default hasil dari enabling web-proxy mikrotik. Saya masih belum tahu penyebab pasti masalah tidak mau caching itu, tapi intinya setelah settingan storage disk nya dirubah jadi bisa nge-cache.

Yang jadi masalah berikutnya ketika bisa men-cache di internal system mikrotik adalah disk space system yang cepat penuh. Sudah spacenya kecil, cuma seratusan MB, ditambah caching yang cepat sekali bertambahnya, membuat saya beralih untuk membuat cache external.

Saya menggunakan konfigurasi yang dijelaskan dengan detail disni. Kira-kira konfigurasi seperti inilah yang saya pakai dan berhasil men-cache website yang telah dibuka. Dalam sehari ini kira-kira sudah ada 300M yang sudah berhasil di-cache.

Untuk kasus saya ini kebetulan topologinya kira-kira seperti ini:

Router——-Router——-Switch——client
|
Squid

[Explore Kediri] Gallery Foto Gunung Kelud Desember 2013

Postingan ini adalah lanjutan dari posting sebelumnya [Explore Kediri] Gunung Kelud yang menampilkan foto- foto yang saya ambil tahun 2009. Di posting lanjutan ini saya hanya menampilkan foto-foto Gunung Kelud tahun 2013, tepatnya beberapa hari menjelang pergantian tahun dari tahun 2013 menjadi 2014. Kurang lebih satu setengah bulan sebelum Gunung Kelud meletus kemarin.